Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu: Politik Uang Lewat E-wallet Akan Masuk Indeks Kerawanan Pemilu 2024

Kompas.com - 28/11/2022, 15:23 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebut bahwa politik uang melalui platform digital/e-wallet akan menjadi salah satu unsur dalam indeks kerawanan Pemilu 2024 pada konteks digitalisasi.

Indeks kerawanan pemilu ini ditargetkan segera rampung pada akhir 2022 atau awal 2023.

"Digitalisasi ruangnya banyak selain disinformasi adalah soal bagaimana modus bentuk money politic yang akan menemui keberagaman luar biasa," kata Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty, kepada wartawan pada Senin (28/11/2022).

"Memang kami melihatnya sebagai hal yang perlu diwaspadai," imbuhnya.

Baca juga: Belum Ada Aturan Jelas, Bawaslu Dorong DPR bersama KPU Bahas Aturan Politik Uang

Lolly menyebut bahwa Bawaslu sedang berupaya agar ruang digital dalam konteks politik uang bisa terawasi maksimal.

Namun demikian, Lolly mengeklaim bahwa kewenangan pihaknya terbatas dalam mengawasi politik uang via e-wallet, termasuk soal kekosongan dasar hukum.

"Tapi fakta bahwa ragam rupa money politics sudah sedemikian rupa sudah kami bahas dan ini akan masuk dlm indeks kerawanan," ujar dia.


Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan, Keamanan Mahfud MD juga pernah mengungkapkan keraguannya bahwa politik uang akan lenyap pada Pemilu 2024 lantaran faktor ekonomi.

Namun, Lolly juga pernah mengatakan bahwa pihaknya telah menyusun sejumlah langkah strategis demi mengantisipasi peredaran politik uang pada Pemilu 2024.

Menurutnya, indeks kerawanan pemilu yang akan dirilis Bawaslu RI akan "memotret subdimensi politik uang".

"(Bawaslu) melakukan sosialisasi pengawasan partisipatif dengan simpul masyarakat di 34 provinsi, salah satu tujuan mendorong gerakan menolak politik uang," sebut Lolly kepada wartawan, Jumat (21/10/2022).

Baca juga: Babak Baru Kasus Kampanye Zulhas di Lampung, Dicurigai Politik Uang, Bawaslu Didesak Bertindak

Lolly menambahkan, Bawaslu juga akan melakukan program pendidikan pengawasan partisipatif sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat. Ia melanjutkan, edukasi kepada pemilih pemula dan pemilih muda juga bakal dilakukan.

"Dalam ranah pengawasan, Bawaslu melakukan pengawasan melekat, khususnya dalam tahapan-tahapan yang rentan terjadi politik uang, seperti kampanye, menjelang pungut hitung, maupun rekapitulasi hasil," kata dia.

"Kedua, melakukan patroli pengawasan dengan menggerakkan semua jajaran pengawas dalam tahapan masa tenang dan pungut hitung," lanjut eks anggota Bawaslu Jawa Barat tersebut.

Ia juga menyinggung soal keberadaan "desa AMPUH" (desa antipolitik uang, SARA, dan hoaks), yang diklaim sudah terbentuk di 32 provinsi sejak 2018 sebanyak 956 desa/kelurahan.

Di sisi lain, Lolly menyampaikan bahwa konsolidasi dengan para pemantau pemilu akan dijaga. Saat ini, ujarnya, sudah 23 lembaga yang terakreditasi sebagai pemantau di tingkat nasional.

"Selain itu, Sebagai upaya gerakan anti politik uang, Bawaslu akan mengkampanyekan tagline “jangan terima uangnya, laporkan orangnya'," ujar Lolly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com