Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringati Hari Pahlawan, PDI-P Ajak 33 Delegasi Negara Gerakan Non-Blok Tabur Bunga di Makam Bung Karno

Kompas.com - 10/11/2022, 11:20 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

BLITAR, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggelar upacara peringatan Hari Pahlawan di Makam Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Kamis (10/11/2022).

Upacara ini turut dihadiri 33 delegasi negara-negara pengikut serta Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 dan tergabung dalam Gerakan Non-Blok (GNB).

Ziarah ke makam Bung Karno ini merupakan rangkaian napak tilas memperingati KAA, GNB, dan Konferensi Trikontinental di Havana.

Dalam pidato upacara, Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan kembali bahwa meski Bung Karno sudah wafat, tetapi nyala semangat perjuangannya tidak pernah padam.

Baca juga: Hari Pahlawan, PDI-P Harap Semua Komponen Bangsa Gelorakan Semangat Patriotisme

Setelah upacara, para delegasi juga diajak untuk berdoa di depan Makam Bung Karno dan menabur bunga.

Hasto mengungkapkan, para delegasi bereaksi kaget melihat makam Soekarno yang menurut mereka amat sederhana untuk ukuran proklamator kemerdekaan Indonesia.

"Mereka jadi sosok yang begitu mengagumi Bung Karno dan juga kaget dengan makam Bung Karno yang begitu sederhana," kata Hasto ditemui di Blitar, Kamis.

Kepada para delegasi, Hasto menjelaskan sosok Bung Karno.

Bung Karno, kata Hasto, adalah penyambung lidah rakyat Indonesia. Begitu pula, Bung Karno memiliki peran penting bagi sejarah bangsa-bangsa di dunia, khususnya untuk misi perdamaian.

Baca juga: Hari Pahlawan, Pertempuran di Surabaya, dan Pekik Merdeka Bung Tomo

"Ya, kalau kita lihat bagaimana para akademisi dari 33 negara dan pengaruh pemikiran Bung Karno di dalam pidato di PBB "To Build The World a New" saja itu masih memiliki relevansi yang sangat kuat tentang pentingnya reformasi PBB," ujar dia.

Lebih lanjut, Hasto mengungkapkan bahwa Bung Karno sejatinya ingin dimakamkan di Batutulis, Bogor.

Akan tetapi, ada kekhawatiran dari rezim Orde Baru (Orba) terkait situasi politik saat itu sehingga Bung Karno tidak jadi dimakamkam di sana.

"Tetapi di akhirnya ya inilah sejarah proklamator kita dan Bung Karno selalu memberikan inspirasi, tidak hanya bagi bangsa Indonesia tetapi terbukti dengan kehadiran para akademisi digali seluruh pemikiran-pemikiran beliau, karena sangat relevan bagi situasi sekarang dan masa depan dunia," katanya.

Gagasan Bung Karno

Hasto mengingatkan bahwa Presiden Pertama RI itu berhasil mengubah dunia dari bipolar menjadi multipolar.

Hal itu dilakukan Bung Karno melalui gagasan-gagasannya dalam KAA 1955 dan GNB.

Dalam gagasannya, Bung Karno disebut hendak mereformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dinilai sudah tidak tepat.

Baca juga: Hari Pahlawan 2022, Jokowi: Generasi Penerus Pahlawan Tetap Setia Jaga Kemerdekaan

"Karena PBB lahir dari hasil Perang Dunia Kedua, sementara struktur dunia telah mengalami perubahan dan telah bersifat menjadi multipolar," jelas Hasto.

Dia mengungkapkan, PDI-P ingin menggunakan momentum KAA dan GNB agar satu nafas dengan apa yang disampaikan dalam pidato Bung Karno yang berjudul To Build The World A New pada tanggal 30 September 1960.

"Jadi Gerakan Non-Blok itulah yang menjawab bahwa struktur dunia yang tidak adil dipengaruhi oleh perang dingin antara blok Barat dan blok Timur yang kedua-duanya mengandung benih-benih konolialisme sebagai suatu hal yang ditentang oleh Indonesia," ucap Hasto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com