Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Impor Garam, Kejagung: Tanggung Jawab Ekspor-Impor Masih Sebatas Dirjen

Kompas.com - 04/11/2022, 12:16 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Kimia Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhammad Khayam beserta bawahannya bertanggungjawab atas kegiatan ekspor dan impor garam.

Kini, Khayam beserta bawahannya di Kemenperin telah menjadi tersangka dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam tahun 2016-2022.

"Dari kasus yang telah kami tetapkan menjadi tersangka dalam impor garam, pertanggungjawaban kegiatan ekspor dan impor garam yang dilakukan masih sebatas dirjen dan bawahannya yang telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Ketut saat dimintai konfimasi, Jumat (4/11/2022).

Oleh karena itu, Ketut menyebut Kejagung belum memiliki urgensi untuk memeriksa atasan mereka, yakni mantan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dan Menperin Agus Gumiwang.

Baca juga: Kejagung Sebut Belum Akan Periksa Menperin Terkait Kasus Korupsi Impor Garam

Airlangga Hartarto diketahui menjabat Menteri Perindustrian (Menperin) pada 2016-2019. Sementara Agus Gumiwang merupakan Menperin sejak 2019 hingga saat ini.

"Kami tegaskan kembali, penyidik belum memerlukan keterangan yang bersangkutan untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dimaksud," kata Ketut.

Kejagung diketahui telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam tahun 2016-2022.

Mereka adalah mantan Dirjen Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin Muhammad Khayam, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fredy Juwono, Kasubdit Industri Kimia Hulu Kemenperin Yosi Arfianto, dan pensiunan PNS yang merupakan Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Frederik Tony Tanduk.

Baca juga: Kasus Korupsi Impor Garam, Modus Tersangka Cari Keuntungan Pribadi

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, para tersangka bersama-sama merekayasa data yang dijadikan patokan untuk menentukan kuota impor garam.

"Adapun modus operandi yang mereka lakukan adalah mereka bersama-sama merekayasa data yang akan dipergunakan untuk menentukan jumlah kuota," ujar Kuntadi dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Kuntadi memaparkan, data yang direkayasa tersangka itu tidak diverifikasi dan tidak didukung alat bukti yang cukup. Sehingga, ketika ditetapkan kuota impor garam, terjadi kerugian negara yang cukup banyak.

Para tersangka menetapkan seolah-olah Indonesia membutuhkan 3,7 juta ton garam. Padahal, Indonesia tidak butuh mengimpor garam sebanyak itu.

Akibatnya, kata Kuntadi, garam industri yang masuk ke Indonesia jadi melimpah dan membanjiri pasar garam konsumsi domestik. Hal tersebut berdampak pada turunnya harga garam di pasaran.

"Oleh karenanya, bahkan terjadi penyerapan barang ke pasar industri garam konsumsi, maka situasi menjadi harga garam industri ke konsumsi menjadi turun," kata Kuntadi.

"Itulah yang terjadi, sehingga penetapan kuota garam oleh pemerintah menjadi tidak valid akibat ulah orang-orang ini," ujarnya lagi.

Baca juga: Eks Dirjen Kemenperin dkk Jadi Tersangka Kasus Impor Garam, Ini Modus Operandinya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com