JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan hasil penyelidikan mereka terkait tragedi Stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan lebih dari 130 orang.
Menurut Komnas HAM, dalam tragedi itu, aparat kepolisian menembakkan gas air mata atas keinginan sendiri, tanpa berkoordinasi dengan Kapolres Malang.
"Penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas diskresi dari masing-masing pasukan," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Baca juga: Komnas HAM Nyatakan Ada Pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan
Beka menyebutkan, personel Polri yang menembakkan gas air mata di Kanjuruhan tidak hanya anggota Brimob, tapi juga Sabhara.
Sedikitnya gas air mata ditembakkan sebanyak 45 kali dalam tragedi tersebut.
"27 tembakan terlihat dalam video dan kemudian 18 lainnya terkonfirmasi terdengar suara tembakannya. Jadi itu sebanyak 45 kali (tembakan gas air mata)," terang Beka.
Beka merinci, gas air mata pertama ditembakkan polisi pada pukul 22.08.59. Dalam beberapa detik saja, 11 gas air mata dilepaskan ke arah lapangan bagian selatan.
Tembakan itu terus berlanjut. Tercatat, ada 24 tembakan gas air mata selama pukul 22.11 hingga 22.15.
"Setiap tembakan berisi satu sampai lima amunisi gas air mata," ujar Beka.
Adapun jenis senjata yang digunakan untuk melontarkan gas air mata itu yakni laras licin panjang dengan selongsong kaliber 37-38 mm, lalu Flash Ball Super Pro kaliber 44, dan Antiriot AGL kaliber 38.
Amunisi gas air mata yang digunakan merupakan stok tahun 2019 dan telah kedaluwarsa.
Beka menambahkan, match commisioner atau pengawas pertandingan sejak awal tahu aparat keamanan membawa senjata gas air mata. Namun, mereka tak melaporkan soal ini lantaran tidak tahu bahwa penggunaan gas air mata dilarang di dalam stadion.
"Ini vital. Jadi pengakuan dari match commisioner ketika dimintai keterangan oleh Komnas HAM yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa gas air mata itu dilarang," kata Beka.
Baca juga: Komnas HAM Sayangkan FIFA jika Tak Berikan Penjelasan Terkait Tragedi Kanjuruhan
Sebagaimana diketahui, kerusuhan terjadi usai laga Arema versus Persebaya digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022). Tragedi itu menelan banyak korban jiwa dan korban luka.
Hingga 24 Oktober 2022, tercatat 135 orang meninggal dunia. Sementara, ratusan korban lainnya luka ringan hingga berat.
Banyaknya korban yang jatuh diduga karena kehabisan oksigen dan berdesakan setelah aparat menembakkan gas air mata ke arah tribune.
Sejauh ini, 6 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini, 3 di antaranya personel Polri. Mereka yakni WSS yang menjabat Kabag Operasi Polres Malang, lalu H selaku Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur, dan BSA yang menjabat Kasat Sammapta Polres Malang.
Sementara, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta dimutasi menjadi Staf Ahli bidang Sosial dan Budaya Kapolri per 10 Oktober 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.