Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Polisi Heroik Bukan Heroin, Polisi Empatik Bukan Arogan

Kompas.com - 16/10/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KASUS Ferdy Sambo masih segar diingatan kita, peristiwa penghilangan nyawa yang akhirnya berujung pada pertunjukan ikan berkepala busuk yang disebut-sebut pernah ‘sangat berkuasa’ di dalam institusi Polri.

Di sisi lain, keluarga-keluarga korban Stadion Kanjuruhan di Malang masih berkabung, sebagian besar masih tak habis pikir mengapa anaknya maupun saudaranya bisa meregang nyawa di event olahraga yang semestinya memberikan kegembiraan dan mengedepankan sportivitas berujung dengan gas air mata.

Dalam rentang waktu yang pendek, seolah sang Kapolri tak diberi jeda untuk menghela nafas, seorang mantan Kapolda Sumbar yang semula diniatkan sebagai pengganti Kapolda Jawa Timur, justru berakhir jadi tersangka atas kasus narkoba.

Rentetan peristiwa ini mengkhawatirkan kita, bukan saja soal rentannya pertahanan moral institusi kepolisian kita, tapi juga soal semakin negatifnya persepsi publik terhadap kepolisian sebagai institusi penegak hukum di negeri ini.

Pada satu kesempatan, Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama pernah berkata, "Understand, our police officers put their lives on the line for us every single day. They've got a tough job to do to maintain public safety and hold accountable those who break the law."

Kata-kata indah untuk polisi ini tentu bukan untuk polisi kita. Tapi di mana pun di dunia ini, sejatinya persis seperti kata-kata Obama itulah rakyat semestinya memahami institusi kepolisian, di mana empati terhadap kesiapan anggota polisi untuk berkorban berpadu dengan harapan yang tinggi pada kinerja institusi kepolisian demikian pula integritas para personelnya.

Empati dari publik sangat dibutuhkan oleh polisi. Pekerjaan menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat bukanlah pekerjaan mudah dan sederhana, penuh dengan tantangan dan perjuangan, pun perlu disertai dengan pengetahuan dan kebijaksanaan.

Setiap polisi berpeluang berhadapan dengan penjahat saban waktu, mulai dari pencuri sepeda, pencuri sepeda motor yang bersenjata rakitan, pembunuh berdarah dingin, penista agama berumat ribuan, pelaku KDRT ber-follower jutaan, sampai pada koruptor yang di-backing mafia.

Karena itulah Polisi membutuhkan empati publik. Dengan empati, publik akan menempatkan dirinya di posisi polisi dan mencoba memahami betapa berat sesungguhnya tanggung jawab polisi, baik terhadap rakyat banyak, terhadap atasan, maupun terhadap Tuhan.

Bersamaan dengan empati tersebut, muncul ekspektasi. Ekspektasi tersebut tidak main-main. Sosok Bhayangkara yang mampu menumpas pencuri motor bersenjata rakitan, menenggelamkan pembunuh bardarah dingin ke dalam penjara, menggiring penista agama ke balik jeruji, membuat para pelaku KDRT jera, dan merontokkan jejaring koruptor dengan mafianya, pastilah disebut sebagai pahlawan.

Tak main-main bukan. Secara ideal, dalam tatanan sosial, budaya, ekonomi, dan politik seperti ini, hanya pahlawan lah yang bersedia menjalankan tanggung jawab tersebut.

Jadi tak heran mengapa publik nasional merindukan figur Polisi Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso karena idealitas heroik seorang polisi memang seperti Jenderal Hoegeng.

Masalahnya, empati itu kini menipis. Rentetan kasus yang melanda institusi kepolisian belakangan, hanya bagian dari ujung cerita dari cerita panjang yang melintang bertahun-tahun lalu.

Mulai dari barter pasal dengan uang di pinggir jalan, barter proteksi dengan komisi, barter alat bukti dengan masa tahanan, adanya imperium judi online dan narkoba di rumah kepolisian sendiri, sampai pada pertunjukan hidup mewah bertaburkan barang branded, semuanya bersambung dengan peristiwa-peristiwa kekinian yang terkait dengan institusi kepolisian .

Dengan begitu, sangat tidak mungkin empati publik bisa dipanen. Lanjutannya tentu sudah bisa ditebak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com