Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Sebut Helikopter AW-101 TNI AU yang Dikorupsi Ternyata Barang Bekas

Kompas.com - 12/10/2022, 22:02 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 milik TNI Angkatan Udara yang pembeliannya tersandung dugaan korupsi bukan barang baru melainkan bekas.

Hal itu diungkapkan Jaksa KPK Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan untuk terdakwa korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 sekaligus Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.

Dalam dakwaan itu, disebutkan helikopter angkut AW-101 merupakan barang bekas merujuk pada Laporan Investigasi dan Analisis Teknis Helikopter AgustaWestland AW-101 646 PT Diratama Jaya Mandiri oleh Tim Ahli Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2017.

"Helikopter AW-101 646 yang didatangkan dalam pengadaan helikopter angkut TNI AU Tahun 2016 tersebut bukan merupakan helikopter baru," kata Arief saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).

Baca juga: KSAU Beberkan Alasan Beli AgustaWestland AW101 untuk Helikopter Kepresidenan

Penelitian tersebut menyebut, berdasarkan data flying log terungkap Helikopter AW-101 yang memiliki nomor seri produksi 50248 diaktifkan pertama kali pada 29 November 2012.

Selain itu, Tim Ahli ITB juga menemukan data bahwa Helikopter AW-101 tersebut sudah memiliki waktu terbang 152 jam dan waktu operasi 167.4 (seratus enam puluh tujuh poin empat).

Lebih lanjut, Tim Ahli ITB mengungkap perusahaan Irfan melakukan sejumlah modifikasi terhadap pesawat itu.

Sebagai informasi, Tim ITB juga menemukan fakta bahwa Helikopter tersebut jenis VVIP pesanan militer Angkatan Udara Pemerintah India. Adapun modifikasi dilakukan agar pesawat VVIP itu me jadi pesawat angkut.

Baca juga: Dikorupsi, Kursi Helikopter AW-101 Tak Lengkap hingga Peta Digital Belum Diinstal

"Dilakukan modifikasi pada interior kabin tanpa melakukan perubahan struktur rangka," kata Arief.

Perusahaan Irfan disebut tidak mengubah pintu tangga samping pada sisi kiri (port side) pada konfigurasi VVIP menjadi pintu geser pada konfigurasi angkut dan pintu jendela diatas lantai pada konfigurasi VVIP di sisi kanan stairboard side tidak diubah menjadi sliding cargo door untuk konfigurasi angkut.

"Konfigurasi desain yang telah diserahkan oleh PT Diratama Jaya Mandiri kepada TNI AU tidak bisa digunakan untuk operasi angkut," lanjut Arief.

Baca juga: Eks KSAU Disebut Dapat Jatah Rp 17,7 Miliar dari Korupsi Pembelian Helikopter AW 101

Jaksa mendakwa Irfan telah merugikan negara sebesar Rp 738.900.000.000.

Jaksa juga mendakwa Irfan telah memperkaya Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Agus Supriatna Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.

Kemudian, perusahaan AgustaWestland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com