Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengaku Nasution, Pierre Tendean Diculik, Diikat di Mobil, dan Ditembak Kepalanya

Kompas.com - 30/09/2022, 20:12 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi masyarakat Jakarta, nama Kapten Tendean mungkin tak terdengar asing. Kapten Tendean abadi menjadi nama salah satu jalan di Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Namun demikian, tak banyak yang mengingat masa kelam pria yang meninggal dunia pada usia 26 tahun itu.

Nama lengkapnya Kapten Czi. Pierre Andries Tendean. Dia adalah ajudan dari Jenderal Ahmad Haris Nasution.

Baca juga: Kisah Spionase Pahlawan Revolusi Pierre Tendean dalam Operasi Dwikora di Malaysia

Peristiwa Gerakan 30 September/PKI merenggut nyawanya. Tendean menjadi satu dari sekian banyak korban peristiwa itu.

Dalam arsip Harian Kompas edisi Rabu, 29 Maret 1967 menceritakan gambaran detik-detik pahlawan muda ini kehilangan nyawa.

Saat itu, oditurat militer Letnan Kolonel CKH Mansyur Arifin membacakan tuduhannya kepada 10 orang bekas anggota Resimen Cakrabirawa pasukan khusus pengamanan presiden.

Orang-orang ini disebut melakukan pembunuhan secara berkelompok dengan menyerbu kediaman Jenderal Abdul Haris Nasution (AH Nasution) di Jalan Teuku Umar Nomor 40 yang dulunya merupakan wilayah Mahkamah Militer Kodam V/Jaya.

Baca juga: Mengenal Pierre Tendean, Ajudan Tampan Berdarah Perancis yang Gugur dalam G-30-S

Penyerbuan itu dilakukan pada 1 Oktober 1965, pagi buta sekitar pukul 03.00 WIB.

Rombongan prajurit Cakrabirawa merangsek masuk, mencari keberadaan Jenderal Besar AH Nasution.

Jenderal Nasution berhasil kabur dengan melompati pagar di samping rumahnya yang merupakan bangunan rumah dari Duta Besar Irak.

Meski berhasil lolos dari sergapan Cakrabirawa, Jenderal Nasution harus membayar mahal karena peristiwa itu merenggut nyawa putri bungsu Nasution, yaitu Ade Irma Suryani dan juga ajudannya Kapten Tendean.

Ade Irma diberodong oleh peluru dan menembus punggungnya saat hendak bersembunyi bersama adik Nasution, Mardiah.

Baca juga: Lettu Pierre Tendean yang Jadi Korban Peristiwa G30S

Sedangkan nasib nahas yang dihadapi Kapten Tendean jauh lebih mengenaskan. Dia diikat, dimasukan ke dalam mobil. Di dalam mobil dia dibunuh dengan senjata api yang menembus kepalanya.

Setelah dibunuh, Tendean bersama enam jenderal yang juga terbunuh dalam peristiwa itu dibuang di sumur Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Enam jenderal tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Mayken S Parman, Mayjen MT Haryono, Mayjen DI Pandjaitan, Mayken Sutoyo Siswomiharjo.

"Pelaksanaan dari pada penculikan dan pembunuhan itu telah dibantu juga oleh satu peleton Jon 454 para Raiders/Diponegoro, 1 peleton sukarelawan 'pemuda rakjat' dan beberapa anggota pasukan AURI," ujar Mansyur seperti tulis arsip Kompas.

Baca juga: Menguak Kebenaran Sejarah G-30-S dari 4 Buku

Kapten muda itu kini diabadikan menjadi salah satu jalan utama di Jakarta yang menghubungkan wilayah Pancoran, Mampang Prapatan dan Kebayoran Baru.

Jalan yang membentang sepanjang 1,7 kilometer itu dimulai dari simpang Gatot Subroto-Mampang Prapatan sampai ke simpang Jalan Wijaya Timur Raya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com