Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta MK Batalkan Aturan Uang Pensiun Pejabat, Pengemudi Ojol: Kerja 5 Tahun, tapi Dapat Pensiun Seumur Hidup

Kompas.com - 17/09/2022, 09:42 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pengemudi ojek online atau ojol bernama Ahmad Agus Rianto meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan aturan mengenai dana pensiun mantan pejabat negara.

Aturan tersebut tertuang dalam sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Dalam permohonannya, Agus menilai mantan pejabat negara semestinya tidak berhak menerima dana pensiun karena hanya bekerja dalam kurun waktu tertentu.

Baca juga: Pengemudi Ojol Minta MK Batalkan Aturan soal Uang Pensiun Pejabat

"Misalnya DPR 5 tahun, menteri 5 tahun, kepala daerah juga 5 tahun. Tentu menjadi aneh jika bekerja dalam waktu 5 tahun sudah mendapatkan hak pensiun," tulis pemohon, dikutip dari surat permohonan yang diunggah di situs resmi MK, Sabtu (17/9/2022).

"Menjadi enak, jika kerja cuma 5 tahun tetapi setelah tidak menjabat bisa mendapatkan hak pensiun seumur hidup dan dilanjutkan oleh ahli warisnya," ujar dia.

Pemohon membandingkan seorang pegawai negeri yang harus bekerja selama 10 hingga 30 tahun untuk mendapatkan hak pensiun. Sementara itu, para pejabat negara sudah mendapatkan gaji tinggi dan berbagai tunjangan selama menjabat.

"Jika pensiun itu dimaknai sebagai penghargaan negara kepada pejabat negara yang telah mengabdi bertahun-tahun, tentu dokter dan guru-guru yang mengabdi di daerah terpencil lebih berhak mendapatkan hak pensiun," kata pemohon.

Di samping itu, pemohon juga menilai ketentuan mengenai dana pensiun bagi pejabat negara merugikan dirinya.

"Karena retribusi dan pajak yang dibayar Pemohon seharusnya dipergunakan untuk peningkatan pelayanan dasar masyarakat dan pembangunan sarana prasarana umum yang bermanfaat pada masyarakat," kata pemohon.

Baca juga: Uang Pensiun DPR yang Diterima Seumur Hidup Dinilai Tidak Adil

Pemohon pun menyinggung situasi ekonomi yang menurut dia masih sulit setelah pandemi Covid-19 yang keuangan negara harus dikelola secara efisien untuk kemakmuran rakyat.

Menurut dia, keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) mencerminkan kondisi keuangan negara sedang tidak baik-baik saja.

"Utang negara sekarang ini mencapai Rp 7.000 triliun, sehingga semua penyelenggara negara harus mengencangkan ikat pinggang, agar APBN bisa digunakan secara baik dan efisien," ujar pemohon.

Menurut pemohon, hak pensiun bagi para pejabat dapat dipahami jika APBN sudah mampu menggratiskan sekolah dasar hingga universitas serta menggratiskan layanan kesehatan bagi orang sakit.

"Pemohon berpendapat, lebih tepat dana pensiun yang diperuntukkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada pendidikan dan kesehatan, hal ini tentu akan lebih bermanfaat buat kesejahteraan rakyat dan sesuai Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945," kata pemohon.

Adapun permohonan ini tercatat dengan perkara nomor 94/PUU-XX/2022 dan diregister pada Kamis (15/9/2022).

Baca juga: Keluhan Driver Ojol di Tengah Kenaikan Harga BBM, Tarif Naik tapi Penumpang Makin Sepi...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com