Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengemudi Ojol Minta MK Batalkan Aturan soal Uang Pensiun Pejabat

Kompas.com - 17/09/2022, 08:52 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Surabaya yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi ojek online atau ojol, Ahmad Agus Rianto, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan aturan mengenai dana pensiun mantan pejabat negara.

Aturan soal pensiun mantan pejabat negara tertuang dalam sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Permohonan itu tercatat dengan perkara nomor 94/PUU-XX/2022 dan diregister pada Kamis (15/9/2022).

Baca juga: Keluhan Pengemudi Ojol Tangerang: Sekarang Mikirin Bensin Terus, Enggak Mikirin Makan

Berdasarkan surat permohonan yang diunggah di situs resmi MK, Ahmad Agus Rianto merasa penerapan pasal yang mengatur dana pensiun bagi pejabat negara merugikan dirinya.

"Karena retribusi dan pajak yang dibayar Pemohon seharusnya dipergunakan untuk peningkatan pelayanan dasar masyarakat dan pembangunan sarana prasarana umum yang bermanfaat pada masyarakat," kata pemohon, dikutip dari surat permohonan, Sabtu (17/9/2022).

Pemohon juga menyinggung situasi ekonomi yang menurut dia masih sulit setelah pandemi Covid-19 yang keuangan negara harus dikelola secara efisien untuk kemakmuran rakyat.

Menurut dia, keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) mencerminkan kondisi keuangan negara sedang tidak baik-baik saja.

"Utang negara sekarang ini mencapai Rp 7.000 triliun, sehingga semua penyelenggara negara harus mengencangkan ikat pinggang, agar APBN bisa digunakan secara baik dan efisien," ujar pemohon.

Baca juga: Keluhan Driver Ojol di Tengah Kenaikan Harga BBM, Tarif Naik tapi Penumpang Makin Sepi...

Di sisi lain, pemohon berpendapat, para pejabat negara tidak berhak mendapatkan pensiun karena hanya bekerja dalam kurun waktu tertentu, misalnya anggota DPR, kepala daerah, dan menteri yang menjabat selama lima tahun.

Ia membandingkannya dengan seorang pegawai negeri yang harus bekerja selama 10-30 tahun untuk mendapatkan hak pensiun.

"Menjadi enak, jika kerja cuma lima tahun tetapi setelah tidak menjabat bisa mendapatkan hak pensiun seumur hidup dan dilanjutkan oleh ahli warisnya," ujar dia.

Oleh karena itu, pemohon menilai kebijakan pensiun bagi pejabat negara adalah pemborosan karena mereka juga sudah menerima gaji tinggi serta tunjangan lainnya.

Pemohon berpandangan, hak pensiun bagi para pejabat dapat dipahami jika APBN sudah mampu menggratiskan sekolah dasar hingga universitas serta menggratiskan layanan kesehatan bagi orang sakit.

"Pemohon berpendapat, lebih tepat dana pensiun yang diperuntukkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada pendidikan dan kesehatan, hal ini tentu akan lebih bermanfaat buat kesejahteraan rakyat dan sesuai Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945," kata pemohon.

Baca juga: Curhat Ojol dan Sopir Angkot Saat Terima Bantuan Beras dari Polisi: Apalagi BBM Lagi Naik...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com