JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mempertanyakan indikator kelakuan baik terpidana korupsi yang mendapatkan remisi menurut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas).
Menurut Isnur, indikator kelakuan baik bagi narapidana kasus pencurian misalnya saat dia kehilangan sifat ataupun kemampuan mencuri di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Pertanyaan ini ia kemukakan saat menanggapi 23 narapidana kasus korupsi yang dinyatakan bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022).
Baca juga: 23 Koruptor Bebas Bersyarat pada 6 September, Ada Pinangki dan Patrialis Akbar
“Kita perlu bertanya sebenarnya kepada Dirjen Pas, ketika memberikan remisi dan juga pembebasan bersyarat,” kata Isnur dalam webinar Rabu (7/9/2022) malam.
“Pertanyaannya gini, ketika syaratnya berkelakuan baik, apa yang dimaksud dengan berkelakuan baik pada koruptor?” sambungnya.
Isnur mengatakan, indikator koruptor berkelakuan baik adalah saat mereka mau membantu pemerintah membongkar kasus tindak pidana korupsi. Selain itu, koruptor mesti membantu pemerintah menganalisis sistem yang bermasalah.
Baca juga: 23 Koruptor Bebas, KPK Minta Tidak Ada Perlakuan Khusus
Menurut Isnur, narapidana korupsi tidak bisa dipandang berkelakuan baik hanya karena dia mengikuti agenda lapas, seperti bangun pagi dan berolahraga.
“Kalau dia hanya nurut di lapas misalnya, bagaimana dia bangun subuh, bangun pagi, ikut olahraga, tidak membuat ribut, bagi kita indikator baik narapidana koruptor itu tidak cukup,” tuturnya.
Selain itu, menurut Isnur, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada narapidana kasus korupsi juga harus dilakukan secara transparan.
Sebab, pada kenyataannya Kepala Lapas Sukamiskin Bandung pernah terjerat korupsi karena menerima suap dari terpidana kasus korupsi.
Baca juga: Ketua Komisi III Bela Keputusan 23 Koruptor Dibebaskan Bersyarat
Karena itu, kata dia, perlu dicurigai ada atau tidaknya perlakuan khusus kepada terpidana korupsi dalam pemberian remisi dan pembebasan bersyarat.
“Kalau di peristiwa lain Kalapas saja menerima suap, pertanyaannya juga apakah ada dugaan-dugaan juga pemberian pembebasan bersyarat ini terkait dengan praktik yang kita khawatirkan?” ujar Isnur,
Kompas.com telah menghubungi Kepala Bagian Humas Ditjen Pas Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Rika Aprianti guna meminta penjelasan terkait indikator baik narapidana korupsi.
Merujuk pada pernyataan Rika kemarin, pemberian pembebasan bersyarat mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Baca juga: Kala 23 Koruptor Dibebaskan Bersyarat, Korupsi Tak Lagi Jadi Kejahatan Luar Biasa?
Pasal tersebut mengatur tentang narapidana berhak mendapatkan keringanan jika mereka telah memenuhi syarat tertentu tanpa terkecuali.