Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Keluarga Brigadir J Kecewa terhadap 3 Rekomendasi Komnas HAM

Kompas.com - 01/09/2022, 20:56 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Johnson Pandjaitan mengaku kecewa dengan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kepada Polri terkait kasus pembunuhan Brigadir l.

Johnson juga merasa sedih dengan sikap Komnas HAM yang dituangkan dalam tiga rekomendasi itu.

“Saya sedih, karena saya selalu berhubungan dengan Komnas, masa Komnas jadi kerdil seperti itu yang hanya mau memenuhi MoU (nota kesepakatan) dengan pihak kepolisian,” kata Johnson kepada awak media di Hotel Grand Mahakam, Kamis (1/9/2022).

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Detail Upaya Obstruction of Justice Kasus Brigadir J

Johnson menilai, Komnas HAM dalam penyelidikannya tidak membangun moralitas yang berpihak kepada keluarga korban.

Ia pun mempertanyakan independensi Komnas HAM dalam penyelidikannya terkait kasus pembunuhan Brigadir J.

“Katanya independen, independen itu dia ke rakyat karena yang punya hak asasi itu manusia, warga negara, bukan institusi, bukan polisi atau state aparatus, apalagi pelaku, saya sedih,” tegas Johnson.

Selain itu, Johnson juga menyatakan, Komnas HAM seharusnya mengeluarkan rekomendasi kepada Polri yang bersifat komprehensif.

Seharusnya, kata dia, Komnas HAM juga menyoroti mengenai adanya peretasan terhadap handphone keluarga Brigadir J. Kemudian pencurian terhadap handphone hingga uang Brigadir J.

“Kasus ini tidak saja kasus pembunuhan, komprehensif. Obstruction of justice jelas, ponsel curian jelas, kemudian ponsel yang diretas jelas, uang plastiknya jelas hilang, kalau mau ngomong teknis, luas,” kata dia.

Sebelumnya, Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, terdapat tiga substansi rekomendasi yang diterima dari Komnas HAM terkait kasus pembunuhan Brigadir J.

Pertama, kata Agung, temuan adanya extra judicial killing atau penghilangan nyawa orang di luar proses peradilan.

Menurut Agung, temuan dari Komnas HAM ini sudah dijalankan oleh kepolisian lewat penetapan tersangka dengan sangkaan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kalau di kepolisian dinamakan dengan Pasal 340, kalau di Komnas HAM extra judicial killing, sebenarnya sama tapi di kepolisian sudah dikenakan pasal," ujar Agung usai menerima dokumen rekomendasi di Kantor Komnas HAM, Kamis (1/9/2022)

Baca juga: Ferdy Sambo Ditetapkan Sebagai Tersangka Obstruction of Justice di Kasus Brigadir J

Kedua, rekomendasi Komnas HAM memberikan kesimpulan tidak ada tindak pidana kekerasan atau penganiayaan yang terjadi saat peristiwa pembunuhan Brigadir J.

Kemudian rekomendasi ketiga adalah adanya kejahatan menghalangi proses penegakan hukum yang berpotensi terjadi penaggaran HAM mendapat hukum yang adil.

“Kebetulan oleh penyidik atau timsus juga sedang dilakukan langkah-langkah penanganan terhadap obstruction of justice," imbuh Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com