Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Tak Ada Alasan Bagi Polri Terima Banding Ferdy Sambo

Kompas.com - 30/08/2022, 08:59 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto menilai, tak ada alasan bagi polisi menerima banding yang diajukan Irjen Ferdy Sambo atas pemecatan dirinya dari Polri.

Menurut Bambang, banding Sambo seharusnya ditolak karena statusnya sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Sebenarnya sudah tak perlu lagi ada pertimbangan lagi. Prestasi dan jasa Sambo kalaupun ada tentunya terhapuskan dengan tindakan fatal yang ditersangkakan pasal 340 KHUP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) subsider 338 jo 55 jo 56," kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (29/8/2022).

Baca juga: Ambivalensi Ferdy Sambo: Minta Maaf soal Kasus Brigadir J tapi Tak Mengaku Salah

Bambang mengatakan, secara aturan, Sambo memang punya hak untuk mengajukan banding atas rekomendasi pemecatan dirinya.

Oleh karenanya, permohonan banding ini ia nilai hanya sekadar memenuhi prosedur pemecatan personel Polri saja.

Agar putusan pemecatan Sambo segera berkekuatan hukum tetap, kata Bambang, Kapolri dapat mempercepat pembentukan komisi banding. Dengan begitu, sidang banding bisa lekas digelar.

"Sehingga bisa segera diperoleh vonis inkrah dan segara diajukan kepada Setmilpres (Sekretariat Militer Presiden) untuk segera dibuat SK PTDH-nya (Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat)," ujar Bambang.

Baca juga: Tiada Air Mata Ferdy Sambo di 17 Jam Sidang Etik Berujung Pemecatan...

Lebih lanjut, Bambang menilai, upaya Sambo mengajukan banding memperlihatkan bahwa mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu tak mengakui kesalahannya.

Sikap ini menjadi ambivalen lantaran beberapa waktu lalu Sambo sempat menyampaikan permohonan maaf dan mengaku menyesal atas perbuatannya.

"Bagi publik tentu dilihat sebagai bentuk tak mengakui kesalahan," ucap Bambang.

Menurut Bambang, naluri tak mengakui kesalahan bukan muncul tiba-tiba. Baginya, ini terbentuk karena penyimpangan korsa.

Jabatan yang tinggi dan luasnya kewenangan Sambo di institusi Polri sangat mungkin memunculkan arogansi.

Bambang berpendapat, ini tak hanya terjadi pada Sambo semata, tetapi jamak ditemui di Korps Bhayangkara.

"Makanya sampai sekarang tidak pernah ada permintaan maaf dari polisi kepada publik," kata dia.

Baca juga: Mengulik Makna Surat Ferdy Sambo

Adapun Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Dia diduga menjadi otak dari kasus ini.

Sambo dipecat dari institusi Polri melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar Kamis (25/8/2022) pagi hingga Jumat (26/8/2022) dini hari.

Tak hanya dipecat, Sambo juga dijatuhi sanksi etik dengan dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 40 hari.

Atas keputusan majelis sidang ini, jenderal bintang dua Polri tersebut langsung mengajukan banding.

"Mohon izin, sesuai dengan Pasal 29 PP 7 Tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding, apa pun keputusan banding kami siap untuk laksanakan," kata Sambo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com