KOMPAS.com – Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Indonesia menggunakan sistem pembagian kekuasaan atau distribution of power.
Di dalam mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara dibagi menjadi beberapa bagian, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Pembagian ini memungkinkan adanya koordinasi atau kerja sama antara cabang kekuasaan.
Lalu, bagaimana bentuk kerja sama antara eksekutif dan legislatif?
Baca juga: Apa Saja Macam-macam Kekuasaan Negara?
Hubungan eksekutif dan legislatif di Indonesia
Lembaga eksekutif dan legislatif di Indonesia memiliki kedudukan yang sejajar. Keduanya merupakan mitra yang tidak dapat saling menjatuhkan satu sama lain.
Dalam menjalankan tugas dan beberapa kewenangannya, presiden sebagai bagian dari lembaga eksekutif membutuhkan peran dari legislatif.
Salah satu di antaranya terkait pembentukan undang-undang yang harus mendapat persetujuan DPR sebagai lembaga legislatif.
Pelaksanaan kekuasaan negara dapat berjalan baik apabila komunikasi antara lembaga eksekutif dan legislatif berlangsung dengan baik pula.
Baca juga: Tugas dan Wewenang Lembaga Legislatif
Bentuk kerja sama eksekutif dan legislatif
Terdapat sejumlah kerja sama antara eksekutif dan legislatif yang tertuang dalam UUD 1945.
Bentuk kerja sama eksekutif dengan legislatif di antaranya:
- Dalam membentuk atau membuat Undang-undang (Pasal 20 Ayat 2);
- Dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR (Pasal 11 Ayat 1);
- Dalam membuat perjanjian internasional lain yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat dan terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang undang, presiden harus mendapatkan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2);
- Dalam mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 2 dan 3);
- Dalam memberikan amnesti dan abolisi, presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 Ayat 2);
- Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang ditetapkan presiden dalam hal terjadi kegentingan yang memaksa harus mendapat persetujuan DPR (Pasal 22 Ayat 2);
- Presiden mengajukan rancangan APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 Ayat 2);
- Dalam mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial, presiden harus berdasarkan persetujuan DPR (Pasal 24 B Ayat 3).
Referensi:
- Djuyandi, Yusa. 2017. Pengantar Ilmu Politik: Edisi Kedua. Depok: Rajawali Pers.
- UUD 1945
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.