Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Buzzer" dan Hoaks Jadi Penyebab Kian Runcingnya Polarisasi Politik sejak Pilpres 2019

Kompas.com - 06/06/2022, 09:02 WIB
Mutia Fauzia,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Litbang Kompas menunjukkan, sebagian besar responden menilai hal utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan antar kubu yang berbeda pilihan politik sejak Pilpres 2019 kian meruncing adalah orang-orang yang secara sadar memperkeruh situasi.

Hal tersebut disampaikan oleh 36,3 persen responden.

Pada hasil survei Litbang Kompas tersebut ditunjukkan, orang-orang yang memperkeruh situasi secara sadar termasuk di dalamnya influencer, buzzer, atau provokator.

"Mereka ada di kedua kubu yang aktif memproduksi konten-konten di media sosial yang memancing respons negatif. Saling klaim prestasi tokoh yang mereka bela sama mudahnya dengan menafikan atau tidak menghargai kerja tokoh dari kubu lawan," tulis peneliti Litbang Kompas Gianie, dikutip dari Harian Kompas, Senin (6/6/2022).

Baca juga: KIB Tanda Tangani Nota Kesepahaman, Airlangga: Kita Berupaya Tak Ada Politik Identitas dan Polarisasi di Masyarakat

Untuk diketahui, pada Pilpres 2019 tercipta dua kubu pendukung masing-masing pasangan calon, yakni pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Perang opini atau sekadar komentar bernada negatif antara kedua kubu yang dulu berseberangan itu pun masih terjadi hingga saat ini.

Gianie menjelaskan, teknologi media sosial memberi mereka ruang untuk bebas melakukan provokasi atau agitasi.

Selain para buzzer atau influencer, informasi yang tidak lengkap hingga hoaks juga menjadi faktor yang menyebabkan polarisasi kedua kubu kian runcing. Sebanyak 21,6 persen responden menilai demikian.

Baca juga: Jokowi Dinilai Cukup Pragmatis dalam Tangani Polarisasi

"Informasi yang berasal dari sumber yang tidak kredibel. Bahkan yang termasuk hoaks, dengan mudah memancing serangan-serangan antarkubu," tulis Gianie.

Faktor lain yang dinilai publik menjadi penyebab utama keterbelahan kian berlarut yakni kurangnya peran tokoh-tokoh utama dalam meredakan perselisihan (13,4 persen), teknologi media sosial (5,8 persen), mementingkan kepentingan pribadi (4,6 persen), dan minimnya semangat persatuan (2,1 persen).

Sebagai informasi, pengumpulan pendapat oleh Litbang Kompas dilakukan melalui telepon pada 24-29 Mei 2022.

Sebanyak 1.004 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi diwawancarai.

Baca juga: Perludem: Kerumitan Teknis dan Potensi Polarisasi Akan Kembali Kita Hadapi di Pemilu 2024

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Adapun dengan metode ini, tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 3,09 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com