Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap 3 "Peluru" dari Pemerintah untuk Buat Koruptor Kapok

Kompas.com - 24/05/2022, 05:04 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses penindakan hukum terhadap terpidana kasus korupsi sepanjang 2021 dinilai masih belum memberikan efek jera.

Indonesia Corruption Watch menyoroti tiga titik kelemahan penegak hukum dalam tren putusan kasus korupsi, yakni dari vonis yang ringan, tuntutan jaksa dari Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai kurang maksimal, sampai pengembalian kerugian keuangan negara yang tidak sepadan dengan nilai korupsi.

Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam jumpa pers daring yang diunggah di kanal YouTube, Minggu (22/5/2022), sepanjang 2021 terdapat 1.282 perkara dan 1.404 terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi serta pihak kejaksaan, baik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri.

Baca juga: Rata-rata Terdakwa Kasus Korupsi pada 2021 Divonis Ringan oleh Majelis Hakim

Akan tetapi, dari ribuan perkara itu, rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum dari kedua lembaga itu hanya 4 tahun 5 bulan. Sedangkan untuk kasus korupsi yang dikenakan pasal dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara, rata-rata tuntutannya 55 bulan atau 4 tahun 7 bulan.

Sementara, untuk perkara dengan hukuman maksimum 5 tahun penjara, rata-rata tuntutannya hanya 2 tahun 9 bulan.

Menurut Kurnia, terdapat peningkatan tren tuntutan dibandingkan 2020. Meski begitu, ICW memandang hal tersebut belum memuaskan lantaran peningkatan trennya yang rendah.

Selain itu, latar belakang terpidana korupsi yang merupakan pejabat publik seharusnya membuat jaksa memberikan tuntutan hukuman yang lebih maksimal.

Korps Adhyaksa tercatat menjadi lembaga yang paling banyak memberikan tuntutan ringan (0-4 tahun penjara). Total, ada 623 terdakwa yang dituntut ringan. Sementara, yang dituntut sedang (4-10 tahun) ada 587 terdakwa, dan hanya 44 terdakwa yang dituntut berat atau lebih dari 10 tahun.

Baca juga: Negara Rugi Rp 62,9 Triliun karena Korupsi pada 2021, yang Kembali Hanya Rp 1,4 Triliun

"Kita tahu surat tuntutan tidak berdampak langsung pada terdakwa karena hakim memutus berdasarkan surat dakwaan. Namun, dari tuntutan, kita bisa melihat perspektif menegak hukum, apalagi mereka dianggap sebagai representasi korban yaitu dalam hal ini negara dan masyarakat," ujar Kurnia.

Selain itu, kata Kurnia, tren vonis hakim dalam perkara korupsi sepanjang 2021 dinilai belum mencerminkan rasa keadilan. Sebab rata-rata vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa korupsi pada tahun lalu sekitar 3,5 tahun penjara.

Selain itu, 24 terdakwa yang terbukti korupsi anggaran penanganan pandemi Covid-19 juga rata-rata hanya divonis 3,5 tahun penjara.

"Yang dituntut dari korupsi sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) adalah treatment (penanganan) yang juga luar biasa dan tidak sama dengan tindak pidana umum, termasuk di dalamnya tuntutan penegak hukum dan juga vonis majelis hakim," lanjut Kurnia.

ICW juga menyoroti sisi pengembalian kerugian keuangan negara dari kasus korupsi sepanjang 2021 yang dinilai tidak sebanding. Menurut Kurnia, 2021 juga menjadi tahun di mana angka kerugian negara yang tercatat akibat kasus korupsi, terbanyak dalam lima tahun terakhir yakni sebesar Rp 62,9 triliun.

Baca juga: ICW Sebut Tuntutan Untuk Koruptor Ringan, Ini Respons Kejagung

Akan tetapi jumlah pengembalian kerugian keuangan negara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap pelaku rasuah hanya Rp 1,4 triliun atau 2,2 persen.

ICW menemukan, rendahnya jumlah uang pengganti ini tak terlepas dari pidana penjara pengganti pada 2021 yang, jika dirata-rata, hanya selama 1 tahun 2 bulan penjara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com