Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Anggap Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan Preseden Buruk bagi Proses Pencarian Keadilan Korban Kekerasan Seksual

Kompas.com - 05/04/2022, 16:49 WIB
Mutia Fauzia,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Insititute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyayangkan keputusan Pengadilan Tinggi Bandung yang menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan.

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengungkapkan, penjatuhan hukuman mati Herry Wirawan menunjukkan fokus negara yang justru kepada pembalasan terhadap pelaku, alih-alih membantu proses pemulihan korban.

"Putusan ini akan menjadi preseden buruk bagi proses pencarian keadilan korban kekerasan seksual, karena fokus negara justru diberikan kepada pembalasan kepada pelaku, alih-alih korban yang seharusnya dibantu pemulihannya," ujar Maidina seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (5/4/2022).

Baca juga: Tak Sepakat atas Vonis Herry Wirawan, Komnas HAM: Hukuman Mati Tidak Timbulkan Efek Jera

Ia pun mengutip pernyataan UN High Commissioner for Human Rights Michelle Bachelet mengenai hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual yang justru akan menggeser fokus negara kepada hal yang tidak lebih penting dari korban.

Bachelet menyampaikan, meskipun pelaku perkosaan dan kekerasan seksual lain harus dimintai tanggung jawab, namun hukuman mati dan penyiksaan bukanlah solusinya.

"Tidak ada satupun bukti ilmiah yang menyebutkan bahwa pidana mati dapat menyebabkan efek jera, termasuk di dalam kasus perkosaan. Masalah dari kasus-kasus perkosaan yang terjadi di seluruh belahan dunia, menurut Bachelet, disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap keadilan korban, dan menerapkan pidana mati kepada pelaku, tidak akan menyelesaikan masalah ini," kata Maidina.

Baca juga: Komnas HAM Tak Sepakat Vonis Mati Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati di Bandung

Ia pun menilai, pidana mati yang diterapkan justri membuktikan negara gagal hadir untuk korban.

Menurut ICJR, pidana mati merupakan bentuk gimmick yang diberikan sebagai kompensasi karena negara gagal hadir dan melindungi korban.

Sebagai konsekuensi dari hal ini, negara kemudian mencoba membuktikan diri untuk terlihat berpihak kepada korban, dengan menjatuhkan pidana mati.

Adapun selain restitusi, majelis hakim juga mewajibkan Herry Wirawan untuk membayarkan restitusi atau ganti rugi sebesar Rp 300 juta yang diberikan dengan nominal beragam kepada 13 korban.

Namun demikian hakim menyatakan bahwa restitusi dijatuhkan sebagai upaya memberikan efek jera kepada pelaku.

Baca juga: KPAI Nilai Ganti Rugi Rp 300 Juta untuk 13 Korban Herry Wirawan Terlalu Kecil

Maidina mengatakan, penjatuhan kewajiban restitusi tersebut juga bersamaan dengan adanya pidana pengganti jika restitusi tidak dapat dibayarkan oleh pelaku.

"Padahal, restitusi seharusnya diposisikan di dalam diskursus hak korban, bukan penghukuman terhadap pelaku," tulis Maidina.

Untuk diketahui, sebelumnya PN Bandung menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup kepada Herry Wirawan.

Baca juga: Herry Wirawan Dihukum Mati, Cak Imin: Efek Jera agar Tak Ada Lagi Predator Seksual

Jaksa penuntut umum (JPU) kemudian mengajukan banding ke PT Bandung, Herry pun akhirnya divonis hukuman mati.

"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).

Dalam dokumen, hakim juga memperbaiki putusan sebelumnya yang menghukum Herry pidana seumur hidup menjadi hukuman mati.

"Menetapkan terdakwa tetap ditahan," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com