JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Savic Ali mengakui bahwa kejatuhan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari kursi presiden pada 2001 menjadi momen untuk belajar mengikhlaskan segala peristiwa politik.
Savic yang notabene juga tokoh pergerakan sekaligus tokoh muda NU mengatakan bahwa pelengseran Gus Dur berdampak sangat besar pada dirinya.
"Jadi perkembangan-perkembangan setelah itu, apa pun di politik ada ide apa, tentu saja kekecewaan masih ada, kejengkelan, masih terbit kemarahan, tapi saya jauh lebih mampu memanage-nya ketimbang masa-masa sebelumnya," ungkap Savic saat wawancara dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho dalam program Beginu di kanal YouTube Kompas.com.
"Peristiwa itu secara politik membuat saya lebih ikhlas," lanjutnya.
Gus Dur merupakan kiai yang berpengaruh di kalangan NU, baik muda maupun tua. Di luar NU, Gus Dur merupakan tokoh pergerakan yang vokal terhadap rezim Orde Baru.
"Buat orang luar NU, Gus Dur adalah Ketua Fordem dan hampir semua aktivis prodemokrasi ya kenal Gus Dur," ujarnya.
Dengan rekam jejak prodemokrasi seperti itu, pelengseran Gus Dur dari jabatan presiden tak sampai dua tahun sejak terpilih menjadi ironis.
Ia dilengserkan oleh MPR, sebuah proses yang tidak dimungkinkan jika Indonesia masih menganut sistem negara kekuasaan.
Sebelum dijatuhkan, Gus Dur juga sempat menerima berbagai macam tuduhan skandal yang tak pernah terbukti, sebut saja tuduhan skandal Bulog Gate.
"Gus Dur yang juga figur penting buat saya sebagai generasi NU sekaligus figur yang sangat berpengaruh kepada saya sebagai figur pergerakan, jatuh dengan sangkaan seperti itu, baru berasa ya, dan itu membuat saya lebih ikhlas," ungkap Savic.
Baca juga: Gus Dur Memang Awesome
Ia mengaku bahkan sempat jatuh sakit sekitar 1,5 tahun karena begitu berpengaruhnya pelengseran Gus Dur untuk dirinya. Sakit yang disebutnya sebagai penyakit psikosomatik.
Keikhlasan ini membuat Savic dapat mengelola ekspektasi-ekspektasinya terhadap dinamika politik di Indonesia.
Meski demikian, keikhlasan semacam itu bukan berarti berhenti berbuat bagi Indonesia karena harus siap-siap kecewa.
"Saya penting kita sudah melakukan apa yang semestinya kita lakukan. Bahwa hasilnya mungkin tidak sesuai kadang ya mungkin kita tidak harus membatinkan kekecewaan itu yang akan memukul diri kita," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.