Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sebut Gaya Minta Maaf Doni Salmanan Berbeda dari Ekspresi Penyesalan

Kompas.com - 16/03/2022, 12:32 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar bahasa tubuh Handoko Gani memaparkan analisa mengenai permintaan maaf tersangka kasus dugaan penipuan opsi biner (binary option) berkedok investasi dan pencucian Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan. Menurut dia, dari gerak tubuh itu Doni meminta maaf secara jantan terkait perbuatannya yang melanggar hukum. 

"Wujud ekspresi permintaan maaf dan penerimaan konsekuensi tanggung jawab yang 'jantan'. Jadi, berbeda dengan ekspresi umum tentang penyesalan," kata Handoko kepada Kompas.com, Rabu (16/3/2022).

Handoko memaparkan analisa mengenai permintaan maaf itu melalui gerak tubuh Doni yang direkam awak media. Menurut dia ada tiga hal yang bisa ditangkap dari permintaan maaf Doni itu.

"Ekspresi ini memberi pesan lain yaitu agar memberikan justifikasi bahwa apa yang dilakukannya memang 'biasa' bagi masyarakat Indonesia yang mengenal dunia trading," ujar Handoko.

Baca juga: Ditahan Bareskrim Polri Akibat Kasus Penipuan, Doni Salmanan Mengaku Kangen Istri

Terkait dengan pesan Doni yang mengingatkan supaya masyarakat Indonesia supaya tidak tergiur dengan rayuan investasi fiktif, Handoko menyatakan hal itu dapat dilihat sebagai upaya Doni mendapatkan keringanan hukuman dengan mengakui perbuatannya.

"Yang mengenal dunia trading bahwa keinginan yang kuat untuk menang yang seharusnya merupakan hal yang wajar bagi pelaku trading. Namun, sekiranya melanggar etika dan hukum, agar bisa dimaklumi dan dimaafkan oleh siapapun pihak yang 'dikalahkannya', serta dengan demikian ia juga sekaligus memohon kepada pengadilan dan penegak hukum agar bisa dikurangi hukumannya," ucap Handoko.

Handoko menyatakan tidak bisa menganalisis ekspresi marah atau sedih dari raut wajah karena selama jumpa pers Doni mengenakan masker.

"Ekspresi wajah DS tidak menunjukkan ekspresi wajah sedih ataupun marah. Untuk ekspresi takut, karena keterbatasan ekspresi wajahnya memang tidak bisa dianalisis secara optimal," ucap Handoko.

Baca juga: Barbuk Kasus Doni Salmanan Dipamerkan, Ada Uang Rp 3,3 Miliar dan Sepatu Bermerek

Handoko menyatakan beberapa poin bahasa tubuh Doni yang dianalisa adalah ketika dia tampil dalam jumpa pers dengan postur tubuh lurus, tangan kanan memegang mikropon, dan tangan kiri masuk ke saku celana.

"Perubahan gestur terjadi saat kata 'minta maaf' dimana postur tubuh bergerak memutar (swing). Begitu juga terjadi perubahan gestur ketika mengucapkan kata 'maaf' kepada masyarakat Indonesia dimana tubuhnya membungkuk," kata Handoko.

Sedangkan dari segi suara, Handoko menilai dalam jumpa pers itu suara dan kecepatan berbicara Doni terdengar cepat.

"Ritme, pitch, serta suara juga menunjukkan kelancaran dan kelantangan dalam berbicara. Tidak nampak jeda yang signifikan," ujar Handoko.

Baca juga: Bareskrim Ungkap Total Aset Rp 64 Miliar Doni Salmanan Didapat dalam Waktu 1 Tahun

Handoko mengatakan, setiap Doni menyampaikan kata 'maaf' terlihat ada perubahan pada gerak tubuh dan intonasi suara.

"Namun, pada kata 'maaf yang disampaikan memang kita justru melihat kesan lancar, tegas, berani, dibandingkan dengan persepsi masyarakat terkait reaksi 'maaf' dengan ekspresi wajah sedih dan mungkin menangis, kepala dan tubuh menunduk, suara terbata-bata, serta kemungkinan penggunaan kata 'maaf' lebih dari 1 kali," ucap Handoko.

Doni menyatakan meminta maaf dalam jumpa pers di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Selasa (15/3/2022) kemarin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com