Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Kekuasaan Tirani dan Korupsi di Balik Langgengnya Masa Jabatan Presiden...

Kompas.com - 02/03/2022, 15:49 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ihwal perpanjangan masa jabatan presiden kembali jadi perdebatan.

Segelintir elite partai politik mengusulkan supaya Pemilu 2024 ditunda. Jika usulan itu terealisasi, tentu presiden dan wakilnya bisa menjabat lebih lama.

Padahal, perihal masa jabatan presiden dan wakil presiden telah tegas diatur dalam Undang-Undang Dasar (1945).

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," bunyi Pasal 7 UUD 1945.

Baca juga: Isu Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Siapa Berkepentingan?

Pasal 22E Ayat (1) UUD juga tegas mengatur bahwa "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali".

Sebelum UUD 1945 diamendemen, presiden dan wakil presiden RI bisa menjabat selama lima tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali tanpa ada batasan periode jabatan.

Alhasil, Presiden Soekarno menjabat selama 22 tahun, dan Presiden Soeharto menjabat 32 tahun lamanya.

Kekuasaan tirani dan korup

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, kekuasaan yang tidak dibatasi akan melahirkan penguasa yang tirani dan sewenang-wenang.

Perilaku sewenang-wenang mungkin muncul akibat pemusatan kekuasaan yang absolut pada presiden.

Terlebih, di negara yang menganut sistem presidensial, presiden tidak hanya bertindak sebagai kepala negara, tetapi juga kepala pemerintahan. Oleh karenanya, otoritasnya sangat besar sehingga perlu dibatasi.

Baca juga: Pro Kontra Penundaan Pemilu dan Kecemasan Orang-orang Sekitar Jokowi...

"Tujuan utamanya adalah untuk menghindari terjadinya tirani kekuasaan dan kesewenang-wenangan yang bisa muncul akibat pemusatan kekuasaan secara absolut pada presiden," kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (1/3/2022).

Belum lagi, lanjut Titi, presiden bisa menempatkan orang-orang yang tunduk kepada kehendaknya di pemerintahan.

Dengan begitu, fungsi kontrol (check and balances) terhadap kekuasaan semakin melemah.

"Di situlah penyalahgunaan kekuasaan bisa leluasa terjadi, seperti halnya di masa orde baru di mana negara berhadapan dengan praktik akut korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujar Titi.

Sejarah Indonesia dipimpin Presiden Soeharto selama 32 tahun, menurut Titi, merefleksikan terjadinya pemusatan kekuasaan, lemahnya kekuatan penyeimbang, dan adanya kesewenang-wenangan akibat penyalahgunaan kekuasaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com