Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dissenting Opinion Hakim MK Saldi Isra dan Suhartoyo, Ketentuan "Presidential Threshold" 20 Persen Inkonstitusional

Kompas.com - 24/02/2022, 16:58 WIB
Tsarina Maharani,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembacaan putusan terhadap enam perkara uji materi Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen, Kamis (24/2/2022), diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Empat hakim konstitusi yang mengajukan pendapat berbeda adalah Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra. Suhartoyo dan Saldi Isra berpendapat para pemohon memiliki kedudukan hukum dan pokok permohonan beralasan menurut hukum.

Suhartoyo dan Saldi Isra menyatakan, permohonan pemohon agar ketentuan presidential threshold dihapus mestinya dikabulkan MK.

Baca juga: 4 Hakim MK Nyatakan Dissenting Opinion Terkait Putusan Gugatan Presidential Threshold

"Pasal 222 UU 7/2017 adalah inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana didalilkan oleh pemohon dalam permohonan adalah beralasan hukum menurut hukum. Dan seharusnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan a quo," demikian pendapat Suhartoyo dan Saldi Isra yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan yang disiarkan secara daring dari Gedung MK, Kamis.

Sementara itu, Manahan MP Sitompul dan Enny Nurbaningsih berpendapat, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan mengenai ketentuan presidential threshold. Namun, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum, sehingga permohonan harus dinyatakan ditolak.

"Kami berpendapat pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Namun, dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak," kata Manahan.

Menurut Manahan, sesuai putusan mahkamah sebelumnya, ketentuan presidential threshold bertujuan untuk mendapatkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan legitimasi yang kuat dari rakyat.

Selain itu, ketentuan tersebut juga dalam rangka mewujudkan sistem presidensial yang efektif berbasis dukungan dari DPR.

Mahkamah juga telah menyatakan presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy, sehingga merupakan ranah pembentuk undang-undang untuk menentukan dan/atau akan mengubah besaran persyaratan tersebut.

"Karena itu, mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 adalah konstitusional," ucapnya.

Mahkamah dalam ptutusannya menolak seluruh permohonan uji materi Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Mahkamah menilai, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut, sehingga permohonan tidak dapat diterima.

Salah satu perkara yang diputus dalam pembacaan putusan ini adalah gugatan yang diajukan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Ada pula perkara yang diajukan politikus Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono serta anggota DPD RI Tamsil Linrung, Edwin Pratama Putra, dan Fahira Idris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com