Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Belum Punya Langkah Konkret Lindungi Masyarakat Adat Terdampak IKN

Kompas.com - 18/02/2022, 15:50 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Langkah konkret pemerintah untuk melindungi masyarakat adat di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) baru amat ditunggu.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai, sejauh ini langkah konkret tersebut belum tampak, kendati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengklaim bahwa koordinasi untuk perlindungan masyarakat adat telah ditempuh di internal pemerintah.

“Koordinasi di internal pemerintah barangkali terjadi. Tapi kami tidak tahu, apakah koordinasi itu efektif memastikan bahwa perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat di lokasi IKN betul-betul dijalani dengan serius," jelas Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman, ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (18/2/2022).

Baca juga: Megaproyek IKN, 20.000 Masyarakat Adat Tersingkir dan Dugaan Hapus Dosa Korporasi

Saat ini, langkah konkret pemerintah melindungi masyarakat adat di kawasan IKN hanya dapat diukur dari keberadaan regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat.

Keberpihakan itu semestinya tercermin dalam sebuah regulasi yang sanggup menjamin bahwa IKN di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara tidak akan merampas wilayah adat, ruang hidup, identitas budaya, hingga hak kerja tradisional mereka sebagai petani dan peladang.

"Sejauh ini kami tidak melihat ada komitmen yang sungguh-sungguh selain sekadar lip service," ujar Arman.

"Yang bisa diukur itu bukan ucapan atau rapatnya tapi tindakan konkretnya, melalui satu kebijakan yang memastikan ruang hidup masyarakat adat dan ruang hidup rakyat di sana tidak terekesklusi dengan pembangunan IKN," pungkasnya.

Baca juga: AMAN Minta Pembangunan Ibu Kota Baru Hormati Hak Masyarakat Adat

Dalam rapat di DPR pada Kamis (17/2/2022) kemarin, Menteri Siti mengklaim bahwa pihaknya, Bappenas dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) terus melakukan komunikasi terkait masyarakat adat terdampak IKN.

Kementerian LHK juga disebut akan terus mengikuti perkembangan komunikasi pemindahan IKN dengan masyarakat adat.

Sebelumnya, AMAN memperkirakan sedikitnya 20.000 masyarakat adat akan menjadi korban proyek ibu kota negara(IKN) baru di Kalimantan Timur.

Sekitar 20.000 masyarakat adat itu terbagi dalam 21 kelompok/komunitas adat, 19 kelompok di Penajam Paser Utara dan 2 di Kutai Kartanegara.

AMAN menilai, UU IKN bakal menjadi alat legitimasi perampasan wilayah dan pemusnahan entitas masyarakat adat di sana, karena tak memuat klausul penghormatan dan perlindungan masyarakat adat yang terdampak proyek IKN.

Baca juga: AMAN: Kemungkinan Tukar Guling Lahan Konsesi untuk IKN Akan Ancam Masyarakat Adat di Wilayah Lain

Data Bappenas RI memprediksi, sedikitnya 1,5 juta orang bakal dipaksa migrasi secara bertahap ke IKN di Kalimantan Timur untuk menunjang kegiatan ibu kota baru.

Sekali lagi, keadaan ini bakal semakin mengasingkan masyarakat adat.

Belum tentu mereka bakal bisa bersaing secara ekonomi dengan para pendatang dari Jakarta itu, karena selama ini ekonomi mereka bergantung pada ruang hidup tradisional mereka: hutan, sawah, kebun, sungai, dan laut.

"Ketika masyarakat adat kehilangan tanah, pada saat yang sama mereka kehilangan pekerjaan tradisional mereka. Sama saja masyarakat adat yang berada di lokasi IKN akan menjadi budak-budak," jelas Arman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com