JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengeklaim bakal mencabut tanah-tanah berstatus HGU dan HGB yang telantar puluhan tahun untuk kemudian didistribusikan ulang/redistribusi supaya kembali produktif.
Kepada hadirin di Kongres Ekonomi Umat Ke-2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2021 yang digelar di The Sultan Hotel and Residence, Jakarta, Jumat (10/12/2021), Jokowi mengaku bakal menyiapkan lahan dengan jumlah yang sangat besar untuk dimanfaatkan ulang.
”Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal yang feasibel. Artinya ada feasibility study yang jelas, akan digunakan apa lahan itu,” kata Jokowi.
Baca juga: Pemerintah Bakal Cabut HGB dan HGU Telantar, Apa Konsekuensinya?
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai, penertiban tanah telantar puluhan tahun memang sudah seharusnya dilakukan.
"Bahkan (seharusnya) sejak awal pemerintahan sudah dilakukan," kata Dewi kepada Kompas.com, Selasa (14/12/2021).
Namun, Dewi menyoroti, redistribusi tanah-tanah telantar itu seharusnya bukan mengutamakan pemain-pemain besar.
Pasalnya, konsep produktivitas tanah tak melulu harus berkenaan dengan investasi dan industri.
"Prioritas bukan kepada kelompok yang memenuhi syarat feasibility study. Jika pendekatannya semacam demikian, maka akan kontraproduktif lagi dengan prinsip reforma agraria karena yang akan mendapatkan tanah tersebut lagi-lagi adalah kelompok yang punya akses permodalan, yang menguasai teknologi, dan pasar. Artinya badan-badan usaha besar kembali yang memonopoli tanah," jelasnya.
Baca juga: Mengenal HGU dan HGB yang Disebut Jokowi Banyak yang Telantar
Pemerintah semestinya melakukan kajian serius untuk memetakan struktur agraria suatu wilayah ketimbang hanya menunggu proposal pemanfaatan lahan, yang sudah pasti datang dari kalangan bisnis.
Jika serius menggunakan pendekatan reforma agraria, pemerintah mesti mencari cara guna mengurangi ketimpangan penguasaan tanah dan kesenjangan akses terhadap modal, teknologi, serta jaminan pasar.
"Dengan begitu, prioritaskan tanah-tanah bekas tanah telantar itu adalah kepada petani kecil, penggarap, buruh tani sehingga produktivitas pertanian rakyat membaik," kata Dewi.
"Rencana penertiban tanah telantar juga harus ditujukan untuk memulihkan hak-hak masyarakat atas tanah yang selama ini menempati wilayah konflik agraria dan menghadapi kemiskinan struktural berpuluh tahun," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.