Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Redistribusi HGU dan HGB ala Jokowi Jangan Sampai Hanya Untungkan Elite Lagi

Kompas.com - 14/12/2021, 20:48 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengeklaim bakal mencabut tanah-tanah berstatus HGU dan HGB yang telantar puluhan tahun untuk kemudian didistribusikan ulang/redistribusi supaya kembali produktif.

Kepada hadirin di Kongres Ekonomi Umat Ke-2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2021 yang digelar di The Sultan Hotel and Residence, Jakarta, Jumat (10/12/2021), Jokowi mengaku bakal menyiapkan lahan dengan jumlah yang sangat besar untuk dimanfaatkan ulang.

”Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal yang feasibel. Artinya ada feasibility study yang jelas, akan digunakan apa lahan itu,” kata Jokowi.

Baca juga: Pemerintah Bakal Cabut HGB dan HGU Telantar, Apa Konsekuensinya?

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai, penertiban tanah telantar puluhan tahun memang sudah seharusnya dilakukan.

"Bahkan (seharusnya) sejak awal pemerintahan sudah dilakukan," kata Dewi kepada Kompas.com, Selasa (14/12/2021).

Namun, Dewi menyoroti, redistribusi tanah-tanah telantar itu seharusnya bukan mengutamakan pemain-pemain besar.

Pasalnya, konsep produktivitas tanah tak melulu harus berkenaan dengan investasi dan industri.

"Prioritas bukan kepada kelompok yang memenuhi syarat feasibility study. Jika pendekatannya semacam demikian, maka akan kontraproduktif lagi dengan prinsip reforma agraria karena yang akan mendapatkan tanah tersebut lagi-lagi adalah kelompok yang punya akses permodalan, yang menguasai teknologi, dan pasar. Artinya badan-badan usaha besar kembali yang memonopoli tanah," jelasnya.

Baca juga: Mengenal HGU dan HGB yang Disebut Jokowi Banyak yang Telantar

Pemerintah semestinya melakukan kajian serius untuk memetakan struktur agraria suatu wilayah ketimbang hanya menunggu proposal pemanfaatan lahan, yang sudah pasti datang dari kalangan bisnis.

Jika serius menggunakan pendekatan reforma agraria, pemerintah mesti mencari cara guna mengurangi ketimpangan penguasaan tanah dan kesenjangan akses terhadap modal, teknologi, serta jaminan pasar.

"Dengan begitu, prioritaskan tanah-tanah bekas tanah telantar itu adalah kepada petani kecil, penggarap, buruh tani sehingga produktivitas pertanian rakyat membaik," kata Dewi.

"Rencana penertiban tanah telantar juga harus ditujukan untuk memulihkan hak-hak masyarakat atas tanah yang selama ini menempati wilayah konflik agraria dan menghadapi kemiskinan struktural berpuluh tahun," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com