Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Tidak Ada yang Boleh Mendikte Presiden soal Calon Panglima TNI

Kompas.com - 02/11/2021, 22:42 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengingatkan para kandidat Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto untuk tidak "genit" dalam memperkuat peluang.

"Saya sering mengingatkan agar instrumen atau kekuatan politik dan para bakal calon ini tidak bergenit-genit memperkuat peluang untuk dipilih Presiden," ujar Fahmi kepada Kompas.com, Selasa (2/11/2021).

Baca juga: Soal Calon Panglima TNI, Anggota Komisi I: Semua Kepala Staf Bagus

Fahmi menilai, situasi jelang pergantian jabatan Panglima TNI kali ini kurang sehat.

Menurut dia, saat ini muncul beragam "kampanye" dan aksi dukung-mendukung yang cenderung berlebihan, dari kalangan politisi.

Aksi tersebut ditunjukkan dalam bentuk pernyataan dari tokoh atau elite politik yang menunjukkan keunggulan calon tertentu dibanding calon lainnya.

Padahal, Fahmi mengingatkan, penunjukan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden.

"Padahal kita tahu bahwa pengusulan Panglima TNI merupakan hak dan kewenangan Presiden. Tidak ada yang boleh dan bisa mendikte Presiden," tegas dia.

Baca juga: Surpres Calon Panglima TNI Akan Dikirim ke DPR Bulan Depan

Dengan adanya aksi dukung mendukung dari elite politik, Fahmi mengatakan, tak tertutup kemungkinan terdapat komitmen-komitmen sektoral.

Jika hal itu yang terjadi, sulit bagi publik untuk memandang kiprah kelembagaan TNI secara objektif.

Di sisi lain, TNI akan sulit untuk berjarak dengan kekuatan politik.

"Sulit membayangkan kekuatan-kekuatan politik pendukung itu tidak tertarik melibatkan TNI dalam mengamankan kepentingannya," terang dia.

Baca juga: Panglima TNI Tunjuk KSAL Buka Acara Gebyar Karya Pertiwi 2021

Ia pun mengingatkan soal salah satu agenda reformasi, yakni menjadikan TNI sebagai alat negara yang profesional dan mumpuni dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional.

Caranya, dengan membatasi peran dan pelibatannya di luar agenda politik negara, apalagi dalam urusan politik sektoral bahkan elektoral.

Dengan demikian, adanya pihak-pihak yang seakan bisa mendikte Presiden dalam menentukan panglima, menjadi keprihatinan saat ini.

"(Dengan) mendorong dan membentuk persepsi publik bahwa hanya ada satu nama yang layak dan dipastikan akan diusulkan oleh Presiden," imbuh dia.

Baca juga: Kesuksesan Garuda Shield Jadi Pertimbangan Jokowi Tunjuk KSAD sebagai Panglima TNI?

Adapun Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun pada November 2021.

Sejauh ini, nama yang paling santer meneruskan tongkat kepemimpinan Hadi adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com