Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Polisi Ungkap Alasan Tidak Bawa Borgol Saat Kejar Anggota Laskar FPI

Kompas.com - 26/10/2021, 19:17 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi dari Subdit Resmob Polda Metro Jaya, Toni Suhendar, mengungkapkan alasan polisi tidak membawa borgol ketika membuntuti dan mengejar anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) hingga ke KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Menurut Toni, berdasarkan aturan, polisi tidak perlu membawa borgol dalam operasi penyelidikan. Hal ini ia ungkapkan saat menjadi saksi dalam perkara dugaan dugaan pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing terhadap empat anggota laskar FPI.

"Untuk mengamati, kami tidak membawa borgol," kata Toni, melalui sambungan virtual yang ditayangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021).

Baca juga: Sidang Kasus Unlawful Killing Laskar FPI, Saksi: Satu Orang Tiarap Sambil Berteriak

Toni mengatakan, dalam operasi itu, masing-masing polisi yang bertugas membawa ponsel dan senjata api.

Toni menyebutkan, operasi penyelidikan atau pembuntutan itu berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum.

Surat perintah tertanggal 5 Desember 2020 itu dikeluarkan dalam rangka penyelidikan berdasarkan informasi dari hasil patroli siber tentang rencana pergerakan massa PA 212 yang akan mendatangi Polda Metro Jaya.

Rencana itu terkait surat panggilan kedua dari penyidik Polda Metro kepada pimpinan FPI Rizieq Shihab. Soal surat perintah itu sebelumnya telah dituangkan dalam dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU).

"(Yang memerintahkan) Tubagus Ade Hidayat (Dirreskrimum Polda Metro)," ujar Toni.

Baca juga: Saksi Polisi: Ada Samurai dan Senpi Dikeluarkan dari Mobil Laskar FPI di Rest Area Km 50

Toni sendiri, ketika tiba di rest area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, diminta membawa dua anggota laskar FPI yang telah meninggal dunia di dalam mobil Chevrolet ke rumah sakit.

Mobil Chevrolet itu sebelumnya sempat menyerempet mobil polisi hingga akhirnya kejar-kejaran sampai ke rest area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Adapun terdakwa dalam perkara ini, yakni Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan. Sedangkan, satu tersangka lain, yaitu Ipda Elwira Priadi Z, meninggal dunia pada 4 Januari 2021, sehingga penyidikannya dihentikan.

Empat anggota Laskar FPI yang tewas ditembak dalam penguasaan Fikri, Yusmin, dan Elwira adalah Lutfil Hakim, Akhmad Sofiyan, M Reza, dan Muhammad Suci Khadavi Poetra.

Penembakan terjadi di dalam mobil Daihatsu Xenia dengan nopol B-1519-UTI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020.

Saat sidang perdana pada 18 Oktober 2021, jaksa penuntut umum mengatakan, sejak awal ketiga polisi tidak melaksanakan tugas sesuai prosedur operasi standar (SOP), karena tidak memborgol empat anggota FPI ketika memindahkannya ke mobil lain.

Hal itu menyebabkan adanya upaya anggota FPI merebut senjata polisi di dalam mobil.

Baca juga: Sidang Kasus Unlawful Killing terhadap Laskar FPI, Dua Polisi Didakwa Pasal Pembunuhan-Penganiayaan

Jaksa mendakwa Yusmin dan Fikri telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal 338 KUHP merupakan pasal tentang pembunuhan, sementara itu Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com