Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasan Sadeli
Pemerhati Sejarah Maritim

Pemerhati Sejarah Maritim | Lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.

 

Indonesia di Tengah Kawasan yang Tidak Pernah Teduh...

Kompas.com - 11/10/2021, 06:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Hasan Sadeli*

SELAMA ratusan tahun sejak bangsa Eropa pertama kali menginjakkan kakinya di Asia, mereka nampak nyaman memonopoli lalu lintas perdagangan maritim yang membawa berbagai komoditas untuk diperdagangkan di Eropa.

Esksitensi kapal bangsa-bangsa Eropa di perairan Asia terbentang mulai dari Teluk Benggala, Selat Malaka, dan di hampir seluruh perairan Nusantara. Kenyataan ini menegaskan bahwa hegemoni bangsa Eropa di belahan bumi bagian timur tidak terbantahkan.

Namun menginjak dekade pertama abad ke-20, kenyamanan bangsa-bangsa Eropa mulai terusik. Musababnya tidak lain karena kemunculan Jepang sebagai negara kuat baru di Asia.

Aktivitas pembangunan alutsista dan meningkatnya alokasi anggaran pertahanan yang dilakukan Jepang, membuat Inggris yang saat itu berkuasa di Semenanjung Malaya, dan Belanda yang berkuasa di Indonesia (Hindia Belanda), tidak mampu menyembunyikan kekhawatirannya.

Baca juga: Filipina Bersumpah Abaikan Hukum Maritim China yang Baru di Laut China Selatan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Armada

Inggris mengupayakan pemindahan salah satu basis armada maritimnya yang berada di Malta menuju Singapura. Sementara itu, Belanda berusaha mengambil langkah strategis bidang pertahanan dengan menyodorkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Armada atau Vlootwet pada tahun 1922.

Belanda merasa mampu merealisasikan program bidang pertahanan ini karena telah melakukan kajian sejak tahun 1919 yang dilakukan oleh komisi Gooszen (Gooszen Commision).

Komisi tersebut secara khusus bertugas melakukan kajian mengenai aspek teknis kebutuhan armada Hindia Belanda dan menuntut perlunya melakukan modernisasi armada, khususnya kekuatan matra laut yang bersifat mendesak.

Upaya penelitian bidang pertahanan tersebut dilakukan sampai tahun 1922, yang ditandai dengan terbentuknya komisi Vlootwet (vlootwet commision) yang bertugas menerjemahkan rancangan undang-undang armada di hadapan parlemen Belanda yang meliputi pengadaan 16 kapal selam, 2 kapal perang cruiser, dan berbagai alutsista lainnya.

Estimasi anggaran yang harus dikeluarkan oleh Belanda sebagai negeri induk dan Hindia Belanda (jajahan) masing-masing sebesar 68 juta Gulden per tahun.

Baca juga: Sejarah Jepang: Dari Negeri Matahari Terbit sampai Era Modern

Hindia Belanda juga merencanakan pengadaan 4 kapal penyapu ranjau dan 20 kapal pengintai yang 6 di antaranya sudah dibeli dari Jerman selama periode Perang Dunia I.

Tetapi rupanya, rencana bidang pertahanan maritim yang sangat ambisius ini menghadapi tembok besar. Vlootwet mendapat penolakan di Belanda maupun di Hindia Belanda.

Penolakan di Belanda yang dipimpin partai oposisi tidak saja berlangsung di parlemen, tetapi juga meluas dengan aksi massa yang dikenal dengan gerakan Tegen De Vlootwet.

Sementara di Hindia Belanda, berbagai surat kabar yang menjadi corong kaum pergerakan, juga menyuarakan penolakan terhadap Vlootwet yang berpotensi menambah derita rakyat di Hindia Belanda.

Derasnya suara penolakan di Belanda dan beberapa persoalan lainnya, membuat Belanda menangguhkan (berujung pembatalan) Vlootwet pada tahun-tahun berikutnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindaklanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindaklanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

Nasional
PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

Nasional
Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Nasional
PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

Nasional
Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Nasional
Pertahanan Udara WWF ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Pertahanan Udara WWF ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Nasional
Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com