SEORANG anggota Dewan terhormat begitu terpesona dan terperdaya dengan penerawangan cucu dari Nyi Roro Kidul.
Konon, sang cucu ini bisa menerjemahkan pesan dari penguasa Pantai Selatan Laut Jawa itu yang tidak bisa dimengerti oleh orang biasa seperti saya dan Anda – apalagi oleh anggota Dewan.
Hebatnya lagi, perihal Komisi Pemberantasan Korupsi yang kerap menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di tanah air ternyata juga didengar oleh Nyi Roro Kidul.
Lebih hebatnya lagi, anggota DPR dari Partai Nasdem itu percaya betul akan penuturan dari cucu Nyi Roro Kidul kalau dirinya menjadi target OTT KPK.
Agar tidak terciduk KPK, cucu Nyi Roro Kidul itu mematok syarat agar anggota Dewan itu menyediakan bayi merah yang baru lahir sebagai tumbal.
Karena merasa syarat tersebut sangat berat, maka digantilah dengan tumbal yang lain berupa beberapa ekor ayam warna hitam yang dijual di Pasar Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara.
Tidak dinyana, rupanya Nyi Roro Kidul sangat menyukai ayam yang harganya mencapai Rp 7 juta per ekor tersebut.
Alhasil, anggota Dewan yang lulusan pascasarjana sebuah perguruan tinggi negeri di Kalimantan ini rela mentransfer sejumlah dana melalui cucu Nyi Roro Kidul.
Kepercayaan anggota DPR itu semakin yakin usai melihat ritual yang dihelat cucu Nyi Roro Kidul di sebuah kamar hotel di Medan.
Dalam ritual itu, cucu penguasa Pantai Selatan Jawa ini menyampaikan pesan “Uti” yang menyebut KPK sedang mengincar anggota Komisi XI. Uti adalah panggilan cucu Nyi Roro Kidul kepada neneknya.
Sejak Februari 2017 hingga April 2018, mantan anggota DPR dari Demokrat yang kemudian pindah ke Nasdem itu sudah 10 kali mentransfer dana. Totalnya mencapai Rp 4.022.650.000.
Lulusan S-1 sebuah kampus negeri di Jawa Tengah itu mau saja mengirim uang ke cucu Nyi Roro Kidul karena mendapat jaminan “kebal” dari OTT KPK (Tribunnews.com, 8 September 2021).
Baca juga: Saat Anggota DPR Tertipu Cucu Nyi Roro Kidul Gadungan...
Anggota Komisi XI DPR ini sampai menjual kendaraan mewah dan menggadaikan surat kepemilikan mobilnya.
Belakangan, sadar dirinya ditipu habis-habisan ia melaporkan kasus ini ke polisi. Kasus penipuan dan penggelapan tersebut kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.
Di era teknologi yang demikian canggihnya saat ini jangan heran kalau masih ada anggota parlemen yang percaya hal-hal di luar akal sehat.
Beberapa tahun lalu saya sempat mengajar mata kuliah Strategi Kampanye Politik untuk program pascasarjana sebuah kampus untuk kalangan DPR. Mahasiswanya anggota Dewan dan tenaga ahli anggota DPR.
Dalam sebuah sesi perkuliahan, seorang mahasiswa yang anggota Dewan selalu mendebat paparan teori yang saya ajarkan. Padahal, saya memilih teori tersebut berdasarkan ramuan antara dunia praksis dan teori yang pernah saya geluti sebagai konsultan pemilihan umum.
Sang anggota Dewan tidak mempercayai isi kuliah saya karena menurutnya dunia kampanye selalu melibatkan hal-hal yang supranatural.
Dengan latar belakang sebagai pengasuh pondok pesantren di Jawa Tengah, sang mahasiswa ini tetap kukuh mempertahankan pengalamannya. Menurut dia, kampanye politik selalu melibatkan mahluk-mahluk gaib di bilik suara.
Boleh saja teori bilang ini-itu tetapi tetap saja di lapangan butuh bantuan mahluk halus untuk meraup banyak suara, begitu ujarnya.
Sebagai akademisi, saya menampung pendapat para mahasiswa karena hal tersebut akan memperkaya khazanah materi kuliah saya.
Di Pemilu terakhir, mahasiswa saya yang juga berasal dari fraksi yang sama dengan korban penipuan Nyi Roro Kidul di atas, tidak terpilih lagi menjadi penghuni Senayan.
Sementara, beberapa calon kepala daerah yang menerapkan panduan teori dan praktik di strategi kampanye yang saja ajarkan berhasil memenangkan Pilkada 2020 kemarin.