Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Skandal-skandal Memalukan di Jagat Politik, Kisah Cucu Nyi Roro Kidul hingga Harta Karun Emas

Kompas.com - 06/10/2021, 18:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEORANG anggota Dewan terhormat begitu terpesona dan terperdaya dengan penerawangan cucu dari Nyi Roro Kidul.

Konon, sang cucu ini bisa menerjemahkan pesan dari penguasa Pantai Selatan Laut Jawa itu yang tidak bisa dimengerti oleh orang biasa seperti saya dan Anda – apalagi oleh anggota Dewan.

Hebatnya lagi, perihal Komisi Pemberantasan Korupsi yang kerap menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di tanah air ternyata juga didengar oleh Nyi Roro Kidul.

Lebih hebatnya lagi, anggota DPR dari Partai Nasdem itu percaya betul akan penuturan dari cucu Nyi Roro Kidul kalau dirinya menjadi target OTT KPK.

Agar tidak terciduk KPK, cucu Nyi Roro Kidul itu mematok syarat agar anggota Dewan itu menyediakan bayi merah yang baru lahir sebagai tumbal.

Karena merasa syarat tersebut sangat berat, maka digantilah dengan tumbal yang lain berupa beberapa ekor ayam warna hitam yang dijual di Pasar Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara.

Tidak dinyana, rupanya Nyi Roro Kidul sangat menyukai ayam yang harganya mencapai Rp 7 juta per ekor tersebut.

Alhasil, anggota Dewan yang lulusan pascasarjana sebuah perguruan tinggi negeri di Kalimantan ini rela mentransfer sejumlah dana melalui cucu Nyi Roro Kidul.

Kepercayaan anggota DPR itu semakin yakin usai melihat ritual yang dihelat cucu Nyi Roro Kidul di sebuah kamar hotel di Medan.

Dalam ritual itu, cucu penguasa Pantai Selatan Jawa ini menyampaikan pesan “Uti” yang menyebut KPK sedang mengincar anggota Komisi XI. Uti adalah panggilan cucu Nyi Roro Kidul kepada neneknya.

Sejak Februari 2017 hingga April 2018, mantan anggota DPR dari Demokrat yang kemudian pindah ke Nasdem itu sudah 10 kali mentransfer dana. Totalnya mencapai Rp 4.022.650.000.

Lulusan S-1 sebuah kampus negeri di Jawa Tengah itu mau saja mengirim uang ke cucu Nyi Roro Kidul karena mendapat jaminan “kebal” dari OTT KPK (Tribunnews.com, 8 September 2021).

Baca juga: Saat Anggota DPR Tertipu Cucu Nyi Roro Kidul Gadungan...

Anggota Komisi XI DPR ini sampai menjual kendaraan mewah dan menggadaikan surat kepemilikan mobilnya.

Belakangan, sadar dirinya ditipu habis-habisan ia melaporkan kasus ini ke polisi. Kasus penipuan dan penggelapan tersebut kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.

Di era teknologi yang demikian canggihnya saat ini jangan heran kalau masih ada anggota parlemen yang percaya hal-hal di luar akal sehat.

Pengalaman mengajar

Beberapa tahun lalu saya sempat mengajar mata kuliah Strategi Kampanye Politik untuk program pascasarjana sebuah kampus untuk kalangan DPR. Mahasiswanya anggota Dewan dan tenaga ahli anggota DPR.

Dalam sebuah sesi perkuliahan, seorang mahasiswa yang anggota Dewan selalu mendebat paparan teori yang saya ajarkan. Padahal, saya memilih teori tersebut berdasarkan ramuan antara dunia praksis dan teori yang pernah saya geluti sebagai konsultan pemilihan umum.

Sang anggota Dewan tidak mempercayai isi kuliah saya karena menurutnya dunia kampanye selalu melibatkan hal-hal yang supranatural.

Dengan latar belakang sebagai pengasuh pondok pesantren di Jawa Tengah, sang mahasiswa ini tetap kukuh mempertahankan pengalamannya. Menurut dia,  kampanye politik selalu melibatkan mahluk-mahluk gaib di bilik suara.

Boleh saja teori bilang ini-itu tetapi tetap saja di lapangan butuh bantuan mahluk halus untuk meraup banyak suara, begitu ujarnya.

Sebagai akademisi, saya menampung pendapat para mahasiswa karena hal tersebut akan memperkaya khazanah materi kuliah saya.

Di Pemilu terakhir, mahasiswa saya yang juga berasal dari fraksi yang sama dengan korban penipuan Nyi Roro Kidul di atas, tidak terpilih lagi menjadi penghuni Senayan.

Sementara, beberapa calon kepala daerah yang menerapkan panduan teori dan praktik di strategi kampanye yang saja ajarkan berhasil memenangkan Pilkada 2020 kemarin. 

Blue energy dan blue toy 

Kasus-kasus yang mencengangkan nalar tidak saja terjadi di parlemen tetapi juga merasuk hingga Istana Presiden.

Publik masih ingat tentunya dengan kontroversial air yang sanggup diubah menjadi bahan bakar penggerak kendaraan bermotor di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dengan menggandeng penemunya, Joko Suprapto, Presiden SBY bahkan sempat me-launching secara resmi program “Minyak Indonesia Bersatu” di kediamannya di Cikeas, Jawa Barat. Bahan bakar hidrogren itu dibuat dari air..

Dalam acara itu juga diluncurkan kendaraan berbahan bakar air.  Bahkan, ikut digelontorkan dana Rp 10 miliar untuk membangun kilang-kilang energi masa depan dengan volume 10 liter per detik. SBY memberi nama “blue energy”. 

Penemuan “mahakarya” anak bangsa ini sempat diumumkan SBY di forum Internasional Global Warming di Bali, 2007. Tidak kurang sebelumnya, akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM) sudah mewanti-wanti kalau penemuan Joko Suprapto itu “abal-abal” alias tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Saya yang jebolan Kimia Universitas Indonesia dengan nilai yang minim sampai bingung dan heran kok bisa unsur hidrogen menjadi bahan bakar blue energy sekelas avtur dan pertamaks.

Kalau pun bisa, pasti negara-negara yang kampiun dalam pengembangan energi alternatif seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan China sudah melakukannya lebih dahulu.

Tidak itu saja, kalangan lingkar dalam SBY juga mengangkat bibit padi yang sanggup menghasilkan panen 15 ton untuk setiap hektarnya.

Selain blue energy, ada juga blue toy. Yang terakhir ini adalah benih padi super yang disebut sebagai persilangan jenis rojo lele. SBY sempat ikut membangga-banggakan bibit padi ini saat panen perdana padi super toy di Purworejo, Jawa Tengah, 

Sejatinya para petani hanya bisa meringis sedih begitu tahu hasil panen per hektarnya hanya menghasilkan padi kualitas jelek dan tidak seindah jargon yang dijanjikan. Petani rugi ratusan juta rupiah. Mereka kapok dengan bibit padi abal-abal itu.

Sama dengan bibit padi, SBY juga pernah tertipu dengan penemuan pupuk oleh dosen Institut Pertanian Bogor (IPB).

Presentasi Usman Hasan Saputra berhasil memperdaya SBY soal khasiat pupuk Nutrisi Saputra. Klaim Usman, pupuk itu bisa menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil panen sampai berkali-kali lipat.

Atas temuan “hebat” ini Usman sempat diberi pernghargaan dan diminta presentasi ke sejumlah menteri (Kompasiana.com, 14 November 2012).

Hasil uji coba Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Nutrisi Saputra malah merusak tanah karena hanya mengandung satu dari 16 unsur minimal suatu produk pupuk.

Apa boleh buat, Nutrisi Saputra yang diharapkan SBY sebagai jalan keluar bagi krisis pangan yang sering melanda Indonesia hanya seperti mimpi di siang hari bolong.

Harta karun emas

Untung ada satu lagi yang gagal digangsir di akhir era periode 10 tahun pemerintahan SBY, yakni dugaan adanya timbunan emas seberat tiga ton di situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.

Sempat dilakukan penggalian siang malam di sekitar situs bersejarah yang berusia 5.200 tahun Sebelum Masehi. Padahal usia Situs Gunung Padang jauh lebih tua daripada piramida Gyza di Mesir.

Penggalian yang melibatkan 65 personel tentara tanpa supervisi dari Badan Arkeologi Nasional seperti melecehkan teknik eskavasi. Candi Borobudur saja memakan waktu 10 tahun lebih dan dilakukan dengan sangat hati-hati.

Penggalian Situs Gunung Padang ini menggunakan bor dan cangkul. Cara ini sangat menyalahi peraturan eskavasi arkeologi (Cnnindonesia.com, 15 September 2014).

Urusan gali mengali untuk mencari emas juga di lakukan di zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputeri. Menteri Agama kala itu, Said Agil Siradj Al Munawar, memimpin langsung penggalian di Situs Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, berdasarkan mimpi yang dialaminya.

Konon, di bawah tanah situs ada harta peninggalan Prabu Siliwangi senilai Rp 1.500 triliun. Ini bisa mencukupi untuk membayar utang negara. Situs sudah tergali tetapi bongkahan emas tidak ditemukan. Yang ada hanyalah bongkahan tanah (Tempo.co, 3 November 2003).

Era Soeharto

Ada juga cerita di luar akal sehat di zaman Soeharto. Seorang wanita asal Aceh yang bernama Cut Zahara sempat dipanggil ke Istana karena mengandung bayi yang bisa mengaji. Wakil Presiden Adam Malik malah sempat mengajak Cut Zahara menemui Soeharto dan Tien Soeharto.

Dari hasil pemeriksaan tim dokter dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) dinyatakan Cut tidak sedang hamil. Bunyi suara bayi yang semula diklaim sebagai kesaktiannya ternyata berasal dari alat perekam yang disembunyikan Cut di balik busananya (Sindonews.com, 4 Agustus 2021).

Soeharto juga pernah melarang rakyat untuk melihat langsung gerhana matahari total tahun 1983 berdasarkan informasi yang tidak akurat. Melihat langsung gerhana disebut bisa menyebabkan kebutaan. 

Tentara dikerahkan untuk menjaga agar masyarakat tidak berada di luar rumah selama gerhana matahari total berlangsung.

Konon, Soeharto menggunakan larangan melihat gerhana matahari total 11 Juni 1983 yang berpuncak di Laut Jawa selama 5 menit 11 detik itu untuk menguji tuah kekuasaannya.

Soeharto ingin mengetes apakah titahnya sebagai pemimpin dipatuhi rakyat atau tidak. Dan terbukti, gerhana matahari total yang tidak berbahaya bagi kesahatan menjadi ujicoba yang sukses "daripada" Soeharto. Rakyat yang ketakutan memilih patuh berada di dalam rumah (Kompas.com, 2 Maret 2016).

Di masa Soekarno, tepatnya pada 1958 sempat heboh kabar soal Raja Idrus dan Ratu Markonah yang mengaku punya harta berlimpah.

Kedua pasang diraja ini akan menyumbangkan seluruh hartanya untuk biaya pembebasan Irian Barat. Bung Karno sempat menjamu dan menginapkan mereka di hotel mewah dengan fasiltas kenegaraan.

Akting Raja Idrus akhirnya harus berakhir karena temannya yang sama-sama berprofesi sebagai tukang becak mengetahui latar belakang kehidupan Raja Idrus yang sebenarnya (Sindonews.com, 4 Agustus 2021).

Yang paling anyar, mantan calon presiden yang kini Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Mantan Ketua MPR Amien Rais dan Mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga pernah tertipu oleh sandiwara “operasi plastik” Ratna Sarumpaet jelang pemilihan presiden 2019.

Ratna yang aslinya sedang melakukan operasi plastik untuk mempermak wajahnya, mengklaim dikeroyok sejumlah orang karena kekritisannya terhadap Jokowi.

Dengan wajah bengap habis operasi sedot lemak, Ratna mengaku dipukul orang tidak dikenal di Bandara Husein Sastranegara, Bandung (Kompas.com, 13 Juli 2019)

Mengapa gampang tertipu?

Terpilih sebagai anggota Dewan selain menunjukkan kepiawaian dalam menyakinkan orang untuk memilih dirinya di pemilu juga menunjukkan kapablitas intelektual yang dimiliki.

Dari sisi pendidikan, rata-rata anggota DPR mengenyam pendidikan yang bagus dan memadai.

Pertanyaannya, kenapa ada yang mudah tertipu dengan hal-hal di luar nalar sehat?

Keterampilan berkomunikasi dan kemampuan mengolah gestur yang maksimal membuat penipu model cucu Nyi Roro Kidul, Cut Zahara, Raja Idrus dan Ratu Markonah bisa “menyihir” kesadaran yang dimiliki para tokoh nasional sekalipun.

Pertimbangan logika menjadi berantakan karena terbuai dengan lagak dan laku para penipu.

Keberadaan Nyi Roro Kidul hanyalah sebatas mitos turun temurun, mengapa pula bisa percaya dengan kehadiran cucu penguasa pantai laut selatan Jawa? Soal umur nenek Nyi Roro Kidul saja tidak ada tahu, bagaimana pula dengan umur cucunya ?

Mindset alam bawah sadar kita, termasuk para presiden yang pernah tertipu telak, bahwa semua orang adalah baik jadi tidak akan mungkin akan menipu kerap menjadi bumerang.

Siapa yang mengira jika mimpi Menteri Agama bisa salah? Siapa yang bisa membantah jika lingkar dalam Istana yang selalu membisikkan informasi apapun kepada presiden kerap berakhir blunder?

Presiden punya pembantu yang banyak, mulai dari menteri yang mempunya badan penelitian dan pengembangan hingga staf khusus segala yang mengurusi semua permasalahan.

Seharusnya semua informasi yang masuk bisa ditelaah dengan baik dan benar. Jika tertipu sekali mungkin masih bisa dipahami. Akan tetapi jika tertipu berkali-kali oleh orang yang sama, sungguh sangat menggelikan.

Anggota DPR memiliki tenaga ahli yang berlatar belakang pendidikan formal pascasarjana serta pengalaman di lapangan saat membantu kampanye dan merawat konstituen di daerah pemilihannya.

Seharusnya anggota Dewan bisa memerintahkan tenaga ahlinya untuk memverifikasi beberapa tahap setiap informasi. Mencari informasi di era tik tok sekarang ini sungguh sangat mudah.

Ketik saja kalimat "cucu nyi ratu kidul" di mesin pencari internet. Dari sinilah kebodohan dimulai.

Ternyata betul juga, "Kebodohan yang berani akan mengalahkan kepandaian yang ragu-ragu."

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com