Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Skandal-skandal Memalukan di Jagat Politik, Kisah Cucu Nyi Roro Kidul hingga Harta Karun Emas

Kompas.com - 06/10/2021, 18:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Blue energy dan blue toy 

Kasus-kasus yang mencengangkan nalar tidak saja terjadi di parlemen tetapi juga merasuk hingga Istana Presiden.

Publik masih ingat tentunya dengan kontroversial air yang sanggup diubah menjadi bahan bakar penggerak kendaraan bermotor di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dengan menggandeng penemunya, Joko Suprapto, Presiden SBY bahkan sempat me-launching secara resmi program “Minyak Indonesia Bersatu” di kediamannya di Cikeas, Jawa Barat. Bahan bakar hidrogren itu dibuat dari air..

Dalam acara itu juga diluncurkan kendaraan berbahan bakar air.  Bahkan, ikut digelontorkan dana Rp 10 miliar untuk membangun kilang-kilang energi masa depan dengan volume 10 liter per detik. SBY memberi nama “blue energy”. 

Penemuan “mahakarya” anak bangsa ini sempat diumumkan SBY di forum Internasional Global Warming di Bali, 2007. Tidak kurang sebelumnya, akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM) sudah mewanti-wanti kalau penemuan Joko Suprapto itu “abal-abal” alias tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Saya yang jebolan Kimia Universitas Indonesia dengan nilai yang minim sampai bingung dan heran kok bisa unsur hidrogen menjadi bahan bakar blue energy sekelas avtur dan pertamaks.

Kalau pun bisa, pasti negara-negara yang kampiun dalam pengembangan energi alternatif seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan China sudah melakukannya lebih dahulu.

Tidak itu saja, kalangan lingkar dalam SBY juga mengangkat bibit padi yang sanggup menghasilkan panen 15 ton untuk setiap hektarnya.

Selain blue energy, ada juga blue toy. Yang terakhir ini adalah benih padi super yang disebut sebagai persilangan jenis rojo lele. SBY sempat ikut membangga-banggakan bibit padi ini saat panen perdana padi super toy di Purworejo, Jawa Tengah, 

Sejatinya para petani hanya bisa meringis sedih begitu tahu hasil panen per hektarnya hanya menghasilkan padi kualitas jelek dan tidak seindah jargon yang dijanjikan. Petani rugi ratusan juta rupiah. Mereka kapok dengan bibit padi abal-abal itu.

Sama dengan bibit padi, SBY juga pernah tertipu dengan penemuan pupuk oleh dosen Institut Pertanian Bogor (IPB).

Presentasi Usman Hasan Saputra berhasil memperdaya SBY soal khasiat pupuk Nutrisi Saputra. Klaim Usman, pupuk itu bisa menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil panen sampai berkali-kali lipat.

Atas temuan “hebat” ini Usman sempat diberi pernghargaan dan diminta presentasi ke sejumlah menteri (Kompasiana.com, 14 November 2012).

Hasil uji coba Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Nutrisi Saputra malah merusak tanah karena hanya mengandung satu dari 16 unsur minimal suatu produk pupuk.

Apa boleh buat, Nutrisi Saputra yang diharapkan SBY sebagai jalan keluar bagi krisis pangan yang sering melanda Indonesia hanya seperti mimpi di siang hari bolong.

Harta karun emas

Untung ada satu lagi yang gagal digangsir di akhir era periode 10 tahun pemerintahan SBY, yakni dugaan adanya timbunan emas seberat tiga ton di situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.

Sempat dilakukan penggalian siang malam di sekitar situs bersejarah yang berusia 5.200 tahun Sebelum Masehi. Padahal usia Situs Gunung Padang jauh lebih tua daripada piramida Gyza di Mesir.

Penggalian yang melibatkan 65 personel tentara tanpa supervisi dari Badan Arkeologi Nasional seperti melecehkan teknik eskavasi. Candi Borobudur saja memakan waktu 10 tahun lebih dan dilakukan dengan sangat hati-hati.

Penggalian Situs Gunung Padang ini menggunakan bor dan cangkul. Cara ini sangat menyalahi peraturan eskavasi arkeologi (Cnnindonesia.com, 15 September 2014).

Urusan gali mengali untuk mencari emas juga di lakukan di zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputeri. Menteri Agama kala itu, Said Agil Siradj Al Munawar, memimpin langsung penggalian di Situs Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, berdasarkan mimpi yang dialaminya.

Konon, di bawah tanah situs ada harta peninggalan Prabu Siliwangi senilai Rp 1.500 triliun. Ini bisa mencukupi untuk membayar utang negara. Situs sudah tergali tetapi bongkahan emas tidak ditemukan. Yang ada hanyalah bongkahan tanah (Tempo.co, 3 November 2003).

Era Soeharto

Ada juga cerita di luar akal sehat di zaman Soeharto. Seorang wanita asal Aceh yang bernama Cut Zahara sempat dipanggil ke Istana karena mengandung bayi yang bisa mengaji. Wakil Presiden Adam Malik malah sempat mengajak Cut Zahara menemui Soeharto dan Tien Soeharto.

Dari hasil pemeriksaan tim dokter dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) dinyatakan Cut tidak sedang hamil. Bunyi suara bayi yang semula diklaim sebagai kesaktiannya ternyata berasal dari alat perekam yang disembunyikan Cut di balik busananya (Sindonews.com, 4 Agustus 2021).

Soeharto juga pernah melarang rakyat untuk melihat langsung gerhana matahari total tahun 1983 berdasarkan informasi yang tidak akurat. Melihat langsung gerhana disebut bisa menyebabkan kebutaan. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com