Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Pimpinan KPK: Sanksi Potong Gaji Lili Pintauli Sangat Lucu dan Ecek-ecek

Kompas.com - 30/08/2021, 15:47 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengkritik Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji terhadap Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli.

Meskipun Dewan Pengawas (Dewas) KPK hanya mengatur perkara sanksi kode etik, namun menurut Saut pemberian sanksi tersebut masih kurang sesuai.

“Jadi satu bulan itu cuma dipotong satu juta koma sekian lah itu kalau lihat gaji pokok. Jadi itu sangat sangat ecek-ecek, sangat lucu,” kata Saut saat dihubungi, Senin (30/8/2021).

Menurut Saut, tindakan Lili Pintauli sudah masuk ke ranah pidana karena melanggar Undang-Undang KPK.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik Berat, Ini Kronologi Kasusnya...

Dalam Pasal 36 ayat (1) UU KPK, berbunyi pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.

Kemudian di Pasal 65 UU KPK mengatur setiap orang yang melanggar Pasal 36 bisa dipidana penjara paling lama 5 tahun.

Saut pun menyayangkan keputusan Dewas terhadap Lili Pintauli tersebut. Ia berharap Lili Pintauli tetap dihukum secara pidana.

“Sebenarnya kalau kita mau pakai hati nurani kita kan, apalagi kalau nanti dia apa namanya, harus dihukum, karena memang dia harus dihukum itu, itu pidana sudah,” tegasnya.

Baca juga: Dewas: Pimpinan KPK Lili Pintauli Tak Tunjukkan Penyesalan atas Pelanggaran Etik

Selain itu, Saut menilai, putusan Dewas terhadap kasus yang menyangkut Pimpinan KPK ini sangat mencoreng nama instansi Lembaga Antirasuah.

Ia berharap koalisi masyarakat sipil dapat turut membantu Dewas terkait polemik tersebut.

“Jadi artinya gini, selain memang sangat kontroversial dan sangat mencoreng wajah dari KPK itu sendiri dan saya pikir memang masyarakat sipil harus membantu Dewas untuk meluruskan kembali,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Lili dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik karena diduga memberi informasi terkait perkembangan penanganan kasus kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Lili juga diduga melakukan intervensi pada M Syahrial agar segera menyelesaikan status kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo, Kota Tanjungbalai.

Baca juga: Awal Mula Kasus Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Lili Pintauli hingga Disanksi Potong Gaji

Ketua Dewas Tumpak Panggabean dalam konferensi pers, Senin (30/8/2021), pun menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregara terbukti melakukan pelanggaran etik karena melakukan komunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK yakni Syahrial.

Lili diiberikan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com