Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar UI Temukan Ketidaktelitian dalam Penyusunan Statuta UI, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 30/07/2021, 17:41 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Sudarsono mengatakan, ada ketidaktelitian dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI.

Akibatnya peraturan tersebut akan sulit dilaksanakan.

“Bukan karena keberatan dari siapa pun, juga bukan karena penundaan oleh Pemerintah. Statuta UI sulit dilaksanakan justru oleh karena PP 75/2021 itu sendiri,” kata Sudarsono dalam keterangan tertulis, Jumat (30/7/2021).

Ketidaktelitian yang ia soroti yaitu pada Pasal 87 ayat (2) dan ayat (3).

Baca juga: Gerakan Peduli UI Desak PP 75/2021 Tentang Statuta UI Dicabut!

Pada ayat (2) disebutkan bahwa UI wajib menyesuaikan struktur, penamaan, jumlah, dan fungsi unit organisasi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.

Menurut Sudarsono, pasal tersebut sangat bagus karena memberikan kesempatan selama setahun bagi warga UI, khususnya Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB) untuk melakukan berbagai penyesuaian.

Namun, ia menyayangkan realisasi Pasal 87 ayat (2) terhambat oleh pengaturan dalam Pasal 87 ayat (3), yang menyatakan penyesuaian tersebut ditetapkan dengan Keputusan Rektor.

“Seharusnya produk hukum untuk melaksanakan perintah pasal 87 ayat (2) itu bukan berupa "Keputusan Rektor" melainkan "Peraturan Rektor",” ujar Sudarsono.

Mantan Dirjen Otonomi Daerah dan Dirjen Kesbangpol Kemendagri ini menjelaskan, dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ‘keputusan’ merupakan ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Produk hukum "keputusan" harus mengandung substansi yang konkrit, individual, sekali terjadi (einmalig), dan final. Maka, Keputusan sifatnya beschikking bukan regelling.

Baca juga: Profesor, Dosen, dan Mahasiswa Desak Pencabutan Statuta UI Hasil Revisi karena Cacat Formil dan Materiil

Dalam konteks ini, ia menegaskan, pelaksanaan Pasal 87 ayat (2) tidak termasuk dalam kriteria tindakan pejabat berwenang dalam kategori ‘keputusan’. Artinya, produk hukum yang tepat haruslah "Peraturan", bukan "Keputusan".

“Hal ini sesungguhnya juga sudah difasilitasi oleh Pasal 59 ayat (2) PP 75/2021 yang mengatur adanya empat bentuk peraturan internal UI, yaitu peraturan MWA, Rektor, SA dan DGB,” tulis dia.

Lebih lanjut, ia menilai, Pasal 87 ini akan menjadi persoalan apabila dalam satu tahun ke depan Rektor UI akan menetapkan struktur organisasi UI, untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam PP 75/2021 maka harus dibuat "Keputusan Rektor".

Ia mengatakan, "Keputusan" itu dapat dengan sangat mudah digugurkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca juga: Jokowi Diminta Batalkan Revisi Statuta UI karena Bertentangan dengan UU

Sudarsono pun sangat menyayangkan ketidaktelitian dalam penyusunan PP 75/2021.

“Tanpa digugurkan oleh pengadilan pun, "Keputusan" ini merupakan contoh nyata penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang tidak berdasarkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),” ucap dia.

“Sebaliknya, bila struktur organisasi UI kelak ditetapkan dengan "Peraturan Rektor", maka sudah jelas Rektor UI akan melanggar perintah PP 75/2021 itu sendiri. Jadi, serba salah,” sambung dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com