Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo Dituntut 4 Tahun 6 Bulan Penjara

Kompas.com - 29/06/2021, 20:47 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Pribadi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Amiril Mukminin dituntut 4 Tahun 6 Bulan Penjara.

Amiril merupakan terdakwa dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang sidang Kusumahatmaja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).

"Menjatuhkan pidana penjara kepada Amiril Mukminin selama 4 tahun 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan sementara dan denda, dengan perintah tetap ditahan" tuntut jaksa dikutip dari Tribunnews, Selasa.

Baca juga: Penjual Durian Mengaku Rekeningnya Dipakai Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo untuk Transfer

Selain itu, dalam kasus yang sama jaksa juga membacakan tuntutannya untuk sekretaris pribadi istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi yakni Ainul Faqih.

Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan Amiril dan Ainul terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

"Menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa.

Jaksa pun menyatakan keduanya melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Tak hanya itu, jaksa juga menjatuhkan denda untuk Mukminin sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan.

Baca juga: Tiga Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo Mengaku Mendapat Rp 5 Juta dari Andreau Misanta

Jaksa pun menuntut Amiril Mukminin untuk membayarkan pidana pengganti Rp 2.256.940.000 dengan ketentuan dikurangi uang yang dikembalikan terdakwa.

"Jika tidak diganti selama 1 bulan sejak putusan hukum tetap maka harta benda akan disita oleh negara, jika harta tidak mencukupi maka akan diganti hukuman pidana 1 tahun penjara," ucap jaksa.

Sementara untuk Ainul Faqih, jaksa menuntut sekretaris pribadi istri Edhy Prabowo itu dengan kurungan penjara selama 4 tahun dengan dikurangi masa tahanan sementara.

Selain itu, dalam tuntutannya jaksa juga menjatuhkan denda untuk Ainul sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan sementara dan denda, dengan perintah tetap ditahan" tuntut jaksa kepada Ainul.

Dalam tuntutan tersebut, jaksa menyatakan hal yang memberatkan kedua terdakwa dalam perkara ini yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.

Sedangkan, hal yang meringankan, jaksa menganggap terdakwa belum pernah ditahan serta bersikap sopan dalam persidangan. Khusus untuk terdakwa Ainul Faqih dalam perkara ini tidak menerima keuntungan.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo Dituntut 4 Tahun 6 Bulan Bui Dalam Kasus Suap Ekspor Benih Lobster"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com