JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong pemerintah untuk segera melakukan ratifikasi Protokol Operasional Menentang Penyiksaan atau Opcat.
Hal itu diungkapkan oleh Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Veryanto Sitohang.
"Kami sangat mendorong pemerintah untuk segera melakukan ratifikasi opcat karena ini diharapkan bisa memastikan dihapuskannya bentuk penghukuman yang kejam dan merendahkan martabat kemanusiaan," kata Very dalam diskusi daring, Jumat (25/6/2021).
Baca juga: Komnas Perempuan Usul agar Peran Pemantauan Lembaga HAM Diperkuat
Very mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan Komnas Perempuan beberapa tahun belakangan, diketahui telah terjadi penyiksaan dan perendahan pada perempuan di tahanan atau tempat yang serupa tahanan.
Masih ditemukan hal yang tidak manusiawi seperti hak fasilitas di tahanan untuk kebutuhan perempuan tidak dipenuhi.
Kemudian terjadi eksploitasi seksual, misalnya barter melakukan hubungan seksual untuk bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik di tahanan.
"Bahkan kasus perkosaan juga muncul dalam kondisi tersebut," ujarnya.
Selain itu, Komnas Perempuan juga menemukan kasus kekerasan terhadap perempuan dan penyiksaan dalam rumah perawatan di rumah sakit, panti rehabilitasi, atau panti sosial.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Ratifikasi Protokol Operasional Menentang Penyiksaan Sangat Mendesak
Menurut Very, perempuan di dalam situasi tersebut rentan mengalami kekerasan seksual oleh sesama penghuni panti maupun petugas.
"Hal ini disebabkan karena lokasi untuk kegiatan harian antara penghuni perempuan dan laki-laki bercampur walaupun lokasi untuk kamar tidur sudah terpisah," ungkapnya.
"Yang kedua adalah minimnya petugas perempuan terutama di malam hari ini berpotensi mengakibatkan perempuan mengalami kekerasan seksual," lanjut dia.
Komnas Perempuan juga melihat ada depersonalisasi dan perendahan integritas tubuh seperti perempuan dimandikan di tempat terbuka.
Sehingga dilihat oleh orang lain baik petugas yang tidak berkepentingan atau sesama penghuni panti.
"Saya kira ini adalah salah satu bentuk rendahan integritas tubuh perempuan," tuturnya.
Kemudian, lanjut Very, juga terjadi perkosaan terhadap perempuan penghuni panti juga hingga penghamilan selama pemasungan
Serta pemaksaan kontrasepsi, minimnya perawatan kesehatan reproduksi, kehilangan hak atas anak, persoalan penerimaan keluarga pasca perawatan.
"Jadi kalau misalnya dia sudah dianggap sembuh atau pulih ketika kemudian dia harus kembali ke rumahnya itu juga mengalami penolakan. Baik oleh suaminya, keluarga yang lain bahkan anak-anaknya," ucap dia.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk melakukan ratifikasi Opcat dan merekomendasikan adanya penguatan peran lembaga hak asasi manusia (HAM).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.