Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU: Presiden Perlu Dapat Keterangan Langsung KPK soal Pemberhentian 51 Pegawai

Kompas.com - 28/05/2021, 14:51 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai Presiden Joko Widodo perlu mendapat keterangan langsung dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemberhentian 51 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Adapun tes tersebut merupakan salah satu syarat pengalihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) sebagai bentuk pemenuhan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

"Presiden perlu mendapat keterangan langsung dari KPK. KPK yang harus bertanggungjawaban sepenuhnya, jangan dilempar ke tim assesmen dan BKN," kata Ketua Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM PBNU, Rumadi Ahmad kepada Kompas.com, Jumat (28/5/2021).

Baca juga: Tak Percaya 51 Pegawai Sulit Dibina, Lakpesdam PBNU Sayangkan KPK soal Pemberhentian

Rumadi juga menyayangkan keputusan pemberhentian tersebut karena dinilai merugikan pegawai yang bersangkutan. Ia juga tidak yakin pegawai tak lagi bisa dibina.

Padahal, Presiden Joko Widodo sudah mengarahkan agar proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini tidak merugikan pegawai.

"Memberi vonis 51 orang tersebut tidak punya wawasan kebangsaan merugikan pegawai KPK yang jelas bertentangan dengan putusan MK dan arahan presiden," ujar dia.

Diketahui, sebanyak 75 pegawai KPK tidak lolos tes TWK, 51 di antaranya sudah dinyatakan diberhentikan.

Sedangkan 24 lainnya dimungkinkan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan tiga indikator yang menentukan seorang pegawai KPK dinyatakan lolos dan tidak dalam asesmen TWK.

Menurut Bima, ada tiga aspek yang dinilai dalam TWK yakni aspek pribadi, pengaruh dan PUNP atau Pancasila, UUD 1945 dan seluruh turunan peraturan perundang-undangannya, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Baca juga: Jakarta Dapat Nilai E Penanganan Pandemi, Menkes: Saya Minta Maaf ...

Dari 3 aspek tersebut, lanjut Bima, terdapat 22 indikator yang dinilai. "Aspek pribadi 6 indikator, aspek pengaruh 7 indikator dan PUNP ada 9 indikator," kata dia.

Aspek PUNP sebut Bima, merupakan aspek yang mutlak dan tak bisa dilakukan penyesuaian.

Ia menuturkan, jika dalam tes asesmen ada kekurangan di aspek pribadi dan aspek pengaruh hal itu masih dapat dibenahi dengan mengikuti diklat. Namun aspek PUMP merupakan hal yang mutlak dan tak bisa dibenahi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com