Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Kembali Pernyataan Jokowi soal TWK Tak Bisa Jadi Dasar Pemberhentian Pegawai KPK

Kompas.com - 27/05/2021, 09:40 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) masih jadi sorotan.

Para pimpinan KPK nekat memberhentikan 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Keputusan itu diambil berdasar hasil rapat koordinasi antara pimpinan KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB) pada Selasa, 25 Mei 2021.

"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberikan keterangan pers, dikutip dari siaran Kompas TV, Selasa (25/5/2021).

Baca juga: BW: Jika Tak Tegas, Jokowi Bisa Dinilai Jadi Bagian Tak Terpisahkan dari Upaya Penghancuran KPK

Padahal 8 hari sebelumnya, tepatnya pada Senin 17 Mei 2021, Jokowi sudah memberikan arahan bahwa hasil dari TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar memberhentikan para pegawai KPK yang tidak lolos tes.

Seharusnya, hasil tes menjadi masukan untuk memperbaiki KPK.

Jokowi mengaku sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai.

Baca juga: Jokowi Diusulkan Batalkan Keputusan Firli dkk soal Pemecatan Pegawai KPK

Untuk menyegarkan ingatan, berikut pernyataan lengkap Presiden Jokowi soal tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Pernyataan ini disampaikan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).

 

"Saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saya hormati, Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, harus memiliki SDM-SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara, ASN, harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.

Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi.

Saya sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua Undang-undang KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.

Saya minta kepada para pihak yang terkait khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN RB, dan juga Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes dengan prinsip-prinsip sebagaimana yang saya sampaikan tadi".

Baca juga: Pemberhentian Pegawai KPK Disebut karena Terbatasnya Waktu, Komisi III DPR: Seharusnya Minta Solusi ke Presiden

Dari 75 pegawai yang tak lolos TWK, hanya 24 orang yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN.

Keputusan itu pun menuai kritik banyak pihak. Para pegiat anti korupsi dan masyarakat menilai, para pegawai yang tak lolos TWK tidak seharusnya dipecat dari KPK.

Baik pimpinan KPK, BKN, maupun Kemenpan RB dinilai telah melakukan pembangkangan, bahkan pelecehan terhadap presiden.

"Keputusan untuk tetap berencana memecat 51 pegawai KPK dan membuat pembinaan untuk 24 pegawai lainnya itu bentuk pembangkangan terhadap Presiden Jokowi," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman kepada Kompas.com, Selasa (25/5/2021).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com