Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Kendalikan Euforia Masyarakat terhadap Vaksinasi Covid-19

Kompas.com - 19/04/2021, 11:20 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta mengendalikan euforia yang timbul di masyarakat terhadap program vaksinasi covid-19.

Pasalnya, vaksinasi Covid-19 belum menyentuh 5 persen dari total sasaran populasi sehingga program ini belum memberikan dampak yang cukup luas.

"Euforia (masyarakat) karena adanya vaksin perlu dikelola dan diluruskan dengan baik. Vaksin dari sisi cakupan belum menyentuh 5 persen total populasi, kalau bicara efektivitas ini belum memberikan dampak yang luas," kata epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman kepada Kompas.com, Senin (19/4/2021).

Ia juga meminta pemerintah jangan hanya menyampaikan narasi positif tentang situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Menkes: Jangan Sampai Vaksinasi Covid-19 Buat Kita Euforia dan Tak Waspada

Sebaliknya, informasi yang disampaikan mesti terbuka dan apa adanya agar masyarakat memahami situasi sebenarnya yang masih terjadi.

"Strategi komunikasi pemerintah harus diperbaiki, tidak menunjukan narasi yang positif saja, dan juga harus diperkuat dengan tranparansi data. Optimis penting namun juga harus realistis," jelas Dicky.

Menurut Dicky, pemerintah harus terbuka tentang penurunan jumlah kasus positif, juga disertai dengan menurunnya angka testing.

Lebih lanjut, Dicky juga meminta pemerintah terbuka pada masyarakat bahwa saat ini status Indonesia dari WHO adalah negara dengan kategori community transmission.

Comunity transmission adalah negara dengan tingkat penularan tertinggi Covid-19 di komunitas.

Baca juga: Jokowi: Covid-19 Masih Ada dan Nyata, Tetap Ingat dan Waspada

Penularan tertinggi itu tidak hanya pada kerumunan atau komunitas perkantoran tapi juga terjadi di komunitas terkecil masyarakat seperti dari tetangga dan keluarga.

"Pemerintah harus jujur mengatakan bahwa situasi pandemi Covid-19 kita belum terkendali dengan baik. Levelnya juga masih community transmission," ungkap Dicky.

Dicky menuturkan jika ada kebijakan pembukaan mall, pasar, dan perjalanan, pemerintah harus menegaskan bahwa hal itu dilakukan bukan karena situasi pandemi Covid-19 sudah mereda. Namun, kebijakan itu dilakukan guna kepentingan ekonomi.

"Jadi pemerintah harus menjamin adanya jaring-jaring pengaman, pemerintah menerapkan 3T (testing, tracing, treatment) sedangkan masyarakat tetap patuh pada 5M," imbuh dia.

Dicky berharap komunikasi publik dari pemerintah bisa dibenahi agar tidak terjadi gelombang kedua pandemi Covid-19 seperti yang dialami India.

Baca juga: Jokowi: Tidak Boleh Sepelekan Covid-19, Jangan Sampai Kasus Naik Lagi

"Di Indonesia kemungkinan terburuk seperti di India belum terjadi dan jangan sampai terjadi. Jangan seperti di India karena 3T nya melonggar akhirnya muncul super spreader event dan super strain," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin khawatir kasus penambahan Covid-19 dapat melonjak lagi karena masyarakat terjebak dalam euforia.

Budi menyebut euforia tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan masyarakat abai pada protokol kesehatan.

"Ini masyarakat sudah euforia nih, jadi sudah enggak waspada, takut aku, takut nanti kita sudah capek PPKM dikombinasikan dengan vaksinasi ini (bisa seperti) Chile, India, (kasus positif Covid-19) naik lagi," jelas Budi dalam Forum Diskusi Bersama Menkes, Minggu (18/4/2021) malam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com