JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun modul bimbingan teknis penanganan konflik paham keagamaan.
Modul ini diharapkan dapat menjadi panduan bimbingan teknis ataupun bahan pembelajaran mandiri bagi petugas penanganan konflik agama.
"Kemenag akan meluncurkan dua buku, untuk bahan pelaksanaan bimbingan teknis, dan pembelajaran mandiri," kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Agus Salim dilansir dari laman resmi Kemenag, Rabu (17/3/2021).
Baca juga: Kemenag Terjunkan Penyuluh Agama Edukasi Penganut Ajaran Hakekok
Agus menuturkan, saat ini Kemenag mempunyai sumber daya manusia untuk menangani konflik paham keagamaan.
Sumber daya tersebut terdiri dari 50.000 penyuluh agama Islam Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non-PNS yang tersebar di 34 kantor wilayah provinsi, 515 kantor Kemenag kabupaten atau kota dan 5.945 Kantor Urusan Agama (KUA).
"Sehingga pengguna buku ini secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu sesuai bidangnya," ujar dia.
Baca juga: Kemenag Minta Masyarakat Waspada dengan Sindikat Pemalsuan Buku Nikah
Menurut Agus, salah satu kompetensi dan pengetahuan yang perlu dikuasai penyuluh agama adalah cara penanganan konflik paham keagamaan menurut undang-undang.
Ia pun memberi contoh dengan munculnya aliran Hakekok Balakasuta di Pandeglang, Banten.
"Cara penanganannya harus dilakukan sesuai dengan peraturan atau perundangan yang berlaku. Misalnya, salah satu yang menjadi rujukan adalah UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial," ungkapnya.
Baca juga: Kemenag Segera Buka Pendaftaran Beasiswa Santri Berprestasi 2021
Dalam UU tersebut, lanjut Agus, penanganan konflik harus mencerminkan asas kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan.
Kemudian mengacu pada Bhinneka Tunggal Ika, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban, dan kepastian hukum.
"Hal ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai dan sejahtera, memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan, meningkatkan tenggang rasa dan toleransi," tuturnya.
"Sehingga tidak ada main hakim sendiri di tengah masyarakat," ucap Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.