Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Jaminan Kehilangan Pekerjaan Dinilai Terlalu Eksklusif

Kompas.com - 26/02/2021, 07:42 WIB
Devina Halim,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Trade Unions Rights Centre Andriko Otang menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) cenderung eksklusif.

Sebab, Pasal 1 angka 6 PP tersebut mendefinisikan peserta JKP sebagai pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha dan telah terdaftar serta membayar iuran.

Menurut Andriko, hal itu menunjukkan bahwa pekerja informal tidak dikategorikan sebagai peserta.

"Ketentuan dalam PP JKP artinya telah menujukkan program ini sangat cenderung eksklusif, hanya diperuntukkan bagi pekerja formal, kemudian cenderung seperti berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dan diskriminasi antara pekerja formal dan informal," ungkap Andriko dalam konferensi pers daring, Kamis (25/2/2021).

Kemudian, ia juga menyoroti salah satu syarat kepesertaan JKP yang dinilai rumit.

Baca juga: Tolak Isi PP Turunan UU Cipta Kerja, KSPI Minta Presiden Tunda Pemberlakuannya

Syarat yang dimaksud yakni peserta JKP harus sudah terdaftar pada empat program jaminan sosial lain yaitu, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua.

Padahal, Andriko mengungkapkan, pendaftaran pekerja menjadi penerima program-program tersebut merupakan hak prerogatif pemberi kerja.

Maka dari itu, TURC meminta adanya penegakan hukum yang kuat agar program JKP dapat berjalan efektif.

"Yang dimaksud penegakan hukum yang kuat adalah tidak akan ada penambahan jumlah peserta kalau seandainya pemerintah tidak mendorong atau memaksa pengusaha untuk ikut mendaftarkan pekerjanya terhadap 4 progam jaminan sosial lainnya," tuturnya.

Selanjutnya, TURC mengkritisi peserta yang dikecualikan menerima manfaat JKP dengan alasan pemutusan hubungan kerja karena cacat total tetap.

TURC berpandangan, pemerintah seharusnya membuat skema JKP yang lebih memudahkan dengan nilai yang lebih besar bagi penyandang disabilitas. Hal itu mengingat kelompok difabel membutuhkan biaya yang lebih besar hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan.

Baca juga: KSPI: Aturan Turunan UU Cipta Kerja Bentuk Perbudakan Modern

Andriko menilai, pemerintah tak konsisten. Menurutnya, ada beberapa program yang mendorong pekerja difabel untuk kembali bekerja, tetapi penyandang disabilitas malah dihilangkan haknya untuk menerima program JKP apabila mengalami PHK.

"Terkait pengecualian karena alasan cacat total tetap. Menurut kami ini harus dicabut ketentuan pengecualian ini karena bertentangan dengan hak asasi para pekerja disabilitas," ujar Andriko.

Adapun PP ini merupakan salah satu aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait klaster ketenagakerjaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com