Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Pertanyakan Dasar Pemerintah Buat Pedoman Interpretasi UU ITE

Kompas.com - 18/02/2021, 18:41 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman mempertanyakan alasan pemerintah membuat pedoman interpretasi terhadap Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasalnya, ia menilai, dalam hierarki perundang-undangan tidak dikenal bentuk hukum pedoman seperti itu.

"Apa dasar pemerintah membuat pedoman peraturan seperti itu? Sangat berbahaya jika pedoman seperti itu dibuat pemerintah," kata Benny saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/2/2021).

Hal tersebut disampaikannya untuk merespons adanya rencana pemerintah untuk menyusun atau membuat pedoman penafsiran terhadap UU ITE.

Menurut Benny, selama ini dalam hierarki perundang-undangan hanya mengenal Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU.

"Sedangkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menjalankan Undang-Undang Dasar," tambah dia.

Baca juga: ICJR: Revisi UU ITE Harus Menghilangkan Pasal Karet Bukan Membuat Pedoman Interpretasi

Benny menambahkan, apabila pedoman interpretasi tersebut jadi dibuat maka akan sangat berbahaya karena akan bersifat subyektif.

Selain itu, ia menilai bahwa pedoman interpretasi yang dibuat pemerintah akan mengikuti selera penguasa.

Di samping itu, Benny juga berpandangan, pemerintah justru sama sekali tidak memiliki dasar hukum untuk membuat aturan pedoman interpretasi terhadap sebuah pasal atau ketentuan norma dalam UU, termasuk UU ITE.

"Kalau pun ada hal-hal yang belum diatur secara jelas, masalah tersebut menjadi kewenangan utama para hakim di pengadilan untuk menafsirkannya, atau membuatnya menjadi jelas. Tidak ada dasar hukum presiden untuk membuat aturan pedoman seperti itu," tegasnya.

Lebih lanjut, Benny menyoroti apabila benar pembuatan pedoman tafsir terhadap UU ITE melibatkan Mahkamah Agung (MA).

Menurutnya, jika hal tersebut benar adanya, maka akan merusak tatanan sistem bernegara. Sebab, seharusnya MA tidak dilibatkan karena mereka adalah 'wasit' hukum yang harus netral dan independen.

"MA bukan anggota kabinet dan bukan bagian dari keluasaan eksekutif," tuturnya.

Baca juga: Demokrat Nilai Pemerintah Tak Punya Dasar Hukum soal Pedoman Interpretasi UU ITE

Benny mengatakan, saat ini yang diperlukan bukan rencana pedoman interpretasi terhadap UU ITE, melainkan pedoman aparat penegak hukum terutama Polri dalam menegakkan UU tersebut.

Ia menilai, bentuk pedoman itu dapat berupa Peraturan Kapolri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com