Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Azis Syamsuddin Sebut Revisi UU Pemilu Penting Guna Perkuat Kualitas Demokrasi

Kompas.com - 09/02/2021, 10:16 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, pembahasan revisi Undang-undang (UU) Pemilu yang saat ini menjadi perhatian publik, penting untuk dilakukan.

Ia mengaku telah menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat dalam rangka menyempurnakan sistem demokrasi dan politik di Indonesia.

"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai yaitu Indonesia," kata Azis dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2/2021).

Baca juga: Dinamika Revisi UU Pemilu: Nasdem dan Golkar Berubah Sikap, Demokrat dan PKS Tetap Mendukung

Wakil Ketua Umum Golkar itu menjelaskan beberapa alasan dan urgensi mengapa pembahasan revisi UU Pemilu perlu dilakukan.

Pertama, ia menyoroti bahwa UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu dengan lima kotak suara yakni Pemilihan Presiden, DPR, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Kedua, pengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah atau invalid votes dan surat suara terbuang atau wasted votes," ujarnya.

Kemudian, ia mengatakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang Rekonstruksi Keserentakan Pemilu.

Baca juga: Pengamat Duga Ada Insentif dari Jokowi kepada Partai yang Tolak Revisi UU Pemilu Dilanjutkan

Adapun putusan tersebut mengatur enam varian model Pemilu serentak untuk digagas oleh pengubah UU sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

Azis menjelaskan alasan keempat, menurutnya, desain kelembagaan penyelenggaraan pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.

"Kelima, kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih, mantan terpidana, dan lain-lain," terangnya.

Berikutnya, ia menilai bahwa penyelesaian permasalahan keadilan pemilu terlalu banyak ruang atau many room to justice. Sehingga, sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum.

Baca juga: Ini Alasan Golkar dan Nasdem Akhirnya Dukung Pemerintah yang Tolak Revisi UU Pemilu

Lebih lanjut, Azis mengungkapkan adanya kecenderungan sejumlah partai untuk menunda merevisi RUU Pemilu karena Pilkada dan Pemilu diselenggarakan bersamaan di 2024.

Ia berpendapat, RUU Pemilu bukan bertujuan untuk menggugurkan amanat UU Pilkada tahun 2016 yang melahirkan ketentuan terjadinya penyelenggaraan pemilu serentak di 2024 bersamaan dengan Pilkada dan Pilpres.

"Justru sebaliknya, revisi terhadap UU Pemilu dibutuhkan untuk mencari solusi atas sejumlah kekhawatiran bila Pilkada dan Pemilu diselenggarakan serentak, seperti kesiapan anggaran, kesiapan penyelenggara, kesiapan pemilih, serta keadilan dan kepastian hukum," kata dia.

Baca juga: Wakil Ketua Komisi II Usulkan Jokowi Terbitkan Perppu jika UU Pemilu Tidak Direvisi

Azis mengatakan, faktor-faktor tersebut seluruhnya berkaitan dengan kualitas pemilu dan legitimasi.

Ia mengimbau, apabila akhirnya sejumlah fraksi DPR memutuskan untuk tetap merevisi UU Pemilu, maka fokus pembahasan harus berkenaan dengan upaya mencari solusi untuk membangun sistem penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien.

"Upaya ini untuk menyempurnakan sistem demokrasi di Indonesia. Publik diharapkan tidak berspekulasi tentang rencana DPR melakukan revisi terhadap UU Pemilu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com