Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Mobokrasi, Demokrasi AS yang Kebablasan

Kompas.com - 13/01/2021, 21:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAIMANA dilansir berbagai media massa dan media sosial, Rabu 6 Januari 2021, puluhan ribu massa pendukung Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berusaha menduduki gedung Capitol (Kantor Konggres AS) di Washington DC.

Kelompok massa itu bermaksud mencegah Konggres melakukan pengesahan atas John Biden dan Karmala Harris, sebagai presiden dan wakil presiden AS periode 2021-2024.

Berita tersebut tentu saja sangat memprihatinkan. Namun, mengikuti jalannya pemilu presiden AS Oktober lalu yang penuh hujatan, saling tuding dan hasutan, warga dunia sebetulnya dapat menilai bahwa demokrasi AS sudah kebablasan sehingga mudah tergelincir ke suatu kondisi yang disebut ‘mobokrasi’.

Baca juga: Jelang Pelantikan Biden, Ekstremis Pendukung Trump Dilaporkan Bakal Kepung Gedung Capitol

Demokrasi Vs Mobokrasi

Filsuf politik asal Inggris, John Stuart Mill (1806 – 1873) menyatakan, demokrasi adalah rakyat yang berdaulat. Mill menegaskan bahwa demokratis adalah cara hidup, sikap moral, dan petualangan humanistik.

Dalam demokrasi rakyat, melalui para pemimpin yang dipilihnya, melembagakan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, tak terkecuali hak politik kaum minoritas.

Secara definisi, demokrasi bertolak belakang dengan mobokrasi, yaitu sistem politik di mana sekelompok massa rakyat berupaya mengendalikan politik atau pemerintahan. (Bdk. American Heritage Dictionary, 2016).

Dalam demokrasi, warga negara dilibatkan secara langsung atau tidak langsung melalui perwakilan terpilih, sedangkan dalam mobokrasi tidak ada representasi publik..

Dalam demokrasi, cita-cita luhur dan ideologi negara dijaga, dan konstitusi ditaati, Sebaliknya, dalam mobokrasi, cita-cita dan ideologi bangsa dinafikan, dan konstitusi negara dikangkangi.

Baca juga: Politisi Partai Republik Mulai Berbalik Hendak Memakzulkan Trump

Sekalipun saling bertentangan, demokrasi mudah tergelincir menjadi mobokrasi. Tentang ini Persiden kedua AS, John Adams pernah berkata, "Demokrasi akan segera menjadi anarki, ketika konstitusi dipandang sebagai bangkai, dan tidak ada orang terhormat yang tampil sebagai negarawan yang demokrat.”

Akarnya adalah Populisme

Banyak pengamat politik internasional menilai, insiden pada 6 Januari 2021 itu adalah indikasi kemunduran demokrasi AS. Pasalnya, aksi brutal massa justru terjadi di gedung Konggres yang adalah simbol demokrasi AS sendiri.

Lebih daripada itu, insiden tersebut, justru dipicu oleh sikap Presiden AS sendiri, yang tidak move on dari kekalahannya dalam pemilu Oktober 2020 lalu.

Tapi, sebab utama dari kemunduran demokrasi AS bukanlah pemilu. Akar terdalamnya adalah sikap dan kebijakan politik para elite politik AS sendiri.

Disinyalir, belakangan ini, para elite politik AS cenderung korup dan hipokrit. Contohnya adalah Presiden Trump sendiri.

Sejak masa kampanye hingga duduk di tampuk kepresiden AS (21Januari -21 Januari 2021), Trump gemar mengobarkan api populisme dan nasionalisme secara berlebihan dengan slogan, “Make America Great Again’, "America First", atau "Keep America Great!”.

Jan-Werner Muller, dalam bukunya: What is Populism? (2016) menyatakan, “Bahaya bagi demokrasi saat ini bukanlah ideologi komprehensif yang secara sistematis mengingkari cita-cita demokrasi. Bahayanya adalah populisme, yaitu bentuk demokrasi yang terdegradasi oleh janji palsu mewujudkan cita-cita tertinggi demokrasi.” (hal 6).

Baca juga: Donald Trump Tolak Bertanggung Jawab dalam Penyerbuan Gedung Capitol

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com