JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, perspektif masyarakat akan Covid-19 terbagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah mereka yang menganggap Covid-19 itu berbahaya dan terkesan menakutkan.
Kelompok kedua, mereka yang menganggap kalau Covid-19 tidak ada.
"Mereka menganggap Covid-19 itu hanya konspirasi, Covid itu hanyalah ya rekayasa termasuk di dalamnya media yang membesar-besarkan. Setelah sembilan bulan masih ada yang berpikir demikian," kata Trubus dalam diskusi virtual, Sabtu (19/12/2020).
Baca juga: Poin Penting dalam Pengadaan Vaksin Covid-19: Tata Kelola yang Transparan hingga Penegakan Hukum
Sementara itu, kelompok ketiga adalah masyarakat yang ragu-ragu.
Trubus menyamakannya seperti kelompok swing voters dalam situasi politik.
Tiga perspektif tersebut, kata Trubus, berkaitan dengan protokol kesehatan yang selama ini menjadi pedoman semua pihak dalam mencegah penularan Covid-19.
"Tentu, kalau kelompok pertama itu artinya relatif patuh pada protokol kesehatan. Tapi yang kedua ini kan, EGP Emang Gue Pikirin, tidak ada itu kata mereka. Yang ketiga, itu biasanya kadang jalankan protokol kadang tidak," jelas dia.
Lebih lanjut, Trubus menilai masyarakat Indonesia kebanyakan masih berada pada kelompok perspektif dua dan tiga.
Baca juga: Mendagri Minta Kepala Daerah Bikin Aturan terkait Kerumunan di Masa Pandemi Covid-19
Bukan tanpa alasan, hal itu ia indikasikan karena melihat respons dari masyarakat yaitu pelaku UMKM saat diundang ke Istana yang tidak menjawab ketika Presiden Joko Widodo menanyakan soal vaksin.
"Kita lihat kemarin saat di istana pada waktu menerima para pelaku usaha UMKM. Para pelaku UMKM itu umumnya tidak merespons ketika Pak Presiden nanya mengenai vaksin. Ini mengindikasikan masyarakat masih pada tataran nomor dua dan tiga," imbuh Trubus.
Alasan lain yang membuatnya mengatakan masyarakat masih pada tataran nomor dua dan tiga adalah karena daerah belum memahami soal pengadaan vaksin.
"Sejauh ini baru ada aturan Perpres 99 tahun 2020 di mana mengenai pengadaan vaksin, termasuk pelaksanaan ke daerah, bagaimana mengenai infrastrukturnya. Tapi itu, ingat, belum dipahami sama daerah. Daerah masih menunggu aturan detailnya, masih belum jelasn," terangnya.
Sebab itu, Trubus menilai Pemerintah harus memperhatikan kebijakan tata kelola pengadaan vaksin yang jelas dan transparan dari hulu ke hilir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.