Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kewajiban Swab Test, Pengamat Pariwisata: Kenapa Hanya Bali?

Kompas.com - 16/12/2020, 19:36 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mewajibkan swab test bagi wisatawan datang ke Bali melalui jalur udara.

Ia mempertanyakan apa alasan pemerintah menerapkan swab test hanya pada Provinsi Bali.

"Kenapa hanya Bali yang dilakukan? Kenapa tidak seluruh provinsi saja kebijakan ini dilakukan?" kata Azril saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/12/2020).

"Seolah-olah kan ada sesuatu apa gitu untuk membatasi pandemi, tapi provinsi lain tidak diberlakukan, tetap saja minimal rapid test," ujar dia.

Baca juga: Syarat Masuk Bali Terbaru untuk Libur Natal dan Tahun Baru, Tes PCR untuk Perjalanan Udara

Ia menilai bahwa pemerintah terlihat gamang dan setengah hati dalam menerapkan kebijakan swab test.

Azril sendiri mengaku setuju dengan kebijakan swab test karena memang dianggap lebih baik daripada rapid test. Akan tetapi, kebijakan itu akan lebih baik jika diterapkan ke semua daerah.

"Kalau seandainya mau diberlakukan semua daerah ya saya setuju sekali, itu lebih baik daripada rapid test. Dari dulu kan sudah dibilang kalau mau lihat imunitas itu bukan dengan rapid test, tapi dengan swab. Itu yang terbaik," ujarnya.

Azril mengatakan, jika hanya Bali yang diterapkan swab test, maka virus akan tetap menyebar ke daerah lain yang tidak menerapkan.

"Virusnya ya tetap saja menyebar ke daerah lain. Kalau mau cegah Covid bukan itu caranya dengan hanya terapkan ke Bali. Karena orang tetap saja pergi ke mana-mana. Tujuan mereka jadi bukan Bali, jadi Bali saja yang berkurang, tempat lain tetap penuh," ucap dia.

Baca juga: Kekecewaan Pelaku Pariwisata Bali karena Syarat Swab PCR bagi Wisatawan

Azril berpendapat, semua orang akan setuju dengan adanya swab test. Namun, yang menjadi masalah selama ini adalah soal harga swab test yang masih tinggi.

Ia berujar, seharusnya pemerintah dapat mengantisipasi harga tinggi swab test itu dengan cara memberi subsidi.

"Masalahnya adalah harganya tinggi kan swab itu. kenapa enggak disubsidi saja oleh pemerintah, jadi yang kedua ini masalah harga. Jadi orang itu cancel, saya yakin 100 persen itu karena biaya, bukan karena swab-nya, swab-nya mereka setuju, sangat setuju untuk mengamankan diri sendiri," tuturnya.

"Tapi biayanya kan kurang lebih swab itu Rp 1 juta. Kalau mereka berlibur lama, ya jelas biayanya mahal. Sedangkan rapid hanya Rp 100.000 paling murah. Ya jelas mereka saat ini masih banyak pilih rapid test," kata Azril.

Baca juga: Luhut Minta Mal di DKI Tutup Jam 7 Malam, Pengamat: Pemerintah Galau

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com