Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq Ajukan Peninjauan Kembali

Kompas.com - 16/12/2020, 16:18 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq mengajukan peninjauan kembali atas vonis 18 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.

Lutfhi merupakan terpidana kasus suap terkait pengurusan kuota impor sapi dan tindak pidana pencucian uang.

"Setelah menjalani 7 tahun pidana, pemohon menemukan alasan-alasan agar majelis Peninjauan Kembali menjatuhkan putusan bebas atau ringan kepada pemohon dengan alasan kekeliruan dan kekhilafan hakim," kata kuasa hukum Luthfi Hasan, Sugiyono, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/12/2020), dikutip dari Antara.

Dalam permohonan PK tersebut, Luthfi membandingkan kasusnya dengan putusan PK mantan Ketua DPD Irman Gusman, putusan kasasi mantan Menteri Sosial Idrus Marham, dan putusan kasasi dirinya.

Baca juga: Hukumannya Diperberat MA, Luthfi Hasan Bilang Semua Bisa Diatur

Sugiyono mengatakan, tiga perkara tersebut menghasilkan putusan yang berbeda sedangkan ketiganya sama-sama didakwa menerima sesuatu sebagai penyelenggara negara dengan pertimbangan tidak terkait dengan kewenangannya.

Seperti diketahui, Idrus dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1 dan Irman divonis bersalah dalam kasus suap terkait kuota impor di Perum Bulog.

"Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan perbuatan Idrus dan Irman tidak terkait dengan ruang lingkup kewenangannya yang berakibat Idrus dan Irman tidak terbukti menerima suap tapi menerima gratifikasi sehingga putusan majelis kasasi terhadap pemohon tidak adil dan pemohon mengajukan PK," ujar Sugiyono.

Sugiyono pun menilai ada kekeliruan mendasar hakim kasasi terhadap Luthfi yakni pasal dasar putusan yaitu Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: KPK Akan Lelang Tanah dan Rumah Milik Luthfi Hasan Ishaq dan Ahmad Fathanah

"Kekeliruan mempertemukan fakta dan hukumnya ketika majelis hakim pemohon menyatakan terbukti pasal 12 padahal seharusnya yang diterapkan ketentuan pasal 11 sebagaimana majelis PK Irman Gusman dan majelis kasasi Idrus Marham dan majelis PK pemohon harus membatalkan putusan terdahulu," kata Sugiyono.

Sementara itu, terkait TPPU, Sugiyono menilai perbuatan pencuian uang yang didalikan tidak sesuai dengan penerapan UU TPPU.

"Pemohon menilai pertimbangan hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi tidak memenuhi unsur tempus delicti tindak pidana asal sehingga hanya menjadi dugaan saja," kata Sugiyono.

Adapun Luthfi yang sedang menjalani pidana di Lapas Sukamiskin Bandung tampak hadir dalam sidang perdana PK yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Baca juga: Luthfi Hasan, Koruptor Kedua yang Dicabut Hak Politiknya

Diketahui, dalam putusan kasasi, MA memperberat hukuman Luthfi dari 16 tahun penjara menjadi 18 tahun penjara.

Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9/2014) dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.

Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi.

Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com