JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, menanggapi santai putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukumannya. Hukuman Luthfi diperberat menjadi 18 tahun penjara dari 16 tahun penjara terkait kasus suap dan pencucian uang kuota impor daging sapi.
"Ya, enggak ada masalah, semua bisa diatur," kata Luthfi ditemui di Rumah Tahanan KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (19/9/2014), saat akan kembali ke Rumah Tahanan Guntur seusai melaksanakan shalat Jumat.
Menurut Luthfi, lama kurungan 16 tahun penjara dengan 18 tahun penjara tidak berbeda jauh. Dia bahkan mengira MA akan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
"Ya, itu sih soal mudah itu, semuanya biasa diatur. Memangnya di negeri ini enggak ada yang bisa diatur? Saya kira dulu 20 tahun, ternyata hanya 16 kan," ucap Luthfi.
Saat ditanya apakah akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut, mantan anggota DPR ini menyerahkan kemungkinan itu kepada tim kuasa hukum.
Putusan kasasi atas perkara MA dijatuhkan pada Senin (15/9/2014), dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.
Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.
Menurut Artidjo, perbuatan Luthfi sebagai anggota DPR dengan melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat. Majelis kasasi menolak kasasi terdakwa karena hanya merupakan pengulangan fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan banding. MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum.
Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu sama dengan tuntutan jaksa KPK, yaitu 10 tahun penjara dan delapan tahun penjara untuk perkara pencucian uang.
Artidjo mengungkapkan, dalam pertimbangannya, majelis kasasi menilai judex facti (pengadilan tipikor dan PT DKI Jakarta) kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan seperti disyaratkan pada 197 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di dalam pertimbangan hukumnya (onvoldoende gemotiveerd).
Hal yang memberatkan itu adalah, Luthfi sebagai anggota DPR melakukan hubungan transaksional dengan menggunakan kekuasaan elektoral demi fee. Perbuatan Luthfi itu menjadi ironi demokrasi. Sebagai wakil rakyat, dia tidak melindungi dan memperjuangkan nasib petani peternak sapi nasional.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.