JAKARTA, KOMPAS.com - Lima terdakwa kasus dugaan korupsi terkait proyek fiktif di PT Waskita Karya didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 202.296.416.008.
Lima terdakwa itu adalah eks Kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II 2008-2011 PT Waskita Karya Desi Arryani, eks Kepala Divisi II PT Waskita Karya Fathor Rachman, eks Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya Jarot Subana.
Kemudian, eks Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya Fakih Usman, serta eks Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, yaitu memperkaya Terdakwa I Desi Arryani sebesar Rp 3.415.000.000," demikian bunyi surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK yang telah dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2020).
"Terdakwa II Fathor Rachman sebesar Rp 3.670.000.000, Terdakwa III Jarot Subana sebesar Rp 7.124.239.000, Terdakwa IV Fakih Usman sebesar Rp 8.878.733.720, dan Terdakwa V Yuly Ariandi Siregar sebesar Rp 47.386.931.587," sambung JPU KPK.
Baca juga: KPK Rampungkan Penyidikan Lima Tersangka Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya
Selain memperkaya diri sendiri, kelima terdakwa juga didakwa memperkaya orang lain yaitu Haris Gunawan sebesar Rp 1.525.885.350, Dono Parwoto sebesar Rp 1,365 miliar, Imam Bukori sebesar Rp 6.181.214.435, Wagimin sebesar Rp 20.515.040.661, dan Yahya Mauluddin sebesar Rp 150 juta.
Kelima terdakwa juga didakwa memperkaya empat korporasi yaitu PT Safa Sejahtera Abadi sebesar Rp 8.162.529.912, CV Dwiyasa Tri Mandiri sebesar Rp 3.830.665.459, PT MER Engineering sebesar Rp 5.794.840.300, dan PT Aryana Sejahtera sebesar Rp 1.700.507.444.
"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 202.296.416.008 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," imbuh JPU KPK.
JPU KPK membeberkan, kasus ini bermula pada Desember 2009 ketika Jarot menyampaikan kepada Desi tentang kebutuhan penyediaan dana non-budgeter untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran PT Waskita Karya.
Pengeluaran itu di antaranya untuk memberi fee kepada kontraktor, pejabat Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya, dan pemilik pekerjaan serta pihak-pihak lainnya, membeli peralatan yang tak tercatat sebagai aset perusahaan, dan pengeluaran lain yang tak didukung bukti.
Baca juga: Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya, KPK Kembali Panggil Mantan Bupati Wakatobi
Untuk membahas penyediaan dana itu, digelar pertemuan-pertemuan yang diikuti Desi, Fathor, Jarot, Fakih, Haris selaku Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil, serta Dono Parwoto selaku Kepala Proyek Pekerjaan Tanah Tahap II Bandar Udara Medan Baru (Paket 2).
Dalam pertemuan itu, disepakati strategi untuk memperoleh dana non-budgeter dengan cara membuat kontrak pekerjaan-pekejraan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek-proyek utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
"Yang nantinya pembayaran atas pekerjaan-pekerjaan kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif tersebut dikembalikan lagi (cash back) kepada Divisi Sipil / Divisi III / Divisi II PT Waskita Karya (Persero)," kata JPU.
Perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif yang ditunjuk pun diberikan fee "peminjaman bendera" sebesar 1,5-2 persen dari nilai kontrak.
Desi kemudian menyetujui PT Safa Sejahtera Abadi yang terafiliasi dengan Fakih, CV Dwiyasa Tri Mandiri yang terafiliasi dengan Haris, dan PT MER Engineering yang terafiliasi dengan Dono sebagai perusahaan subkontraktor untuk mengerjakan pekerjaan subkontraktor fiktif.