Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Penolakan UU Cipta Kerja, Wapres Ma'ruf Amin Lakukan Ini

Kompas.com - 06/11/2020, 12:29 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masih banyaknya polemik dalam undang-undang (UU) Cipta Kerja membuat pemerintah membentuk tim untuk menangani permasalahan dalam UU tersebut.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin disebutkan sudah berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tim dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) terkait keluhan-keluhan tersebut.

Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi mengatakan, selama ini Wapres Ma'ruf Amin cukup tanggap dan menerima keluhan dan aspirasi masyarakat terkait polemik UU Cipta Kerja.

"Saya kira Wapres cukup tanggap dan juga sudah koordinasi dengan Presiden dan tim Menko Polhukam," ujar Masduki dalam wawancara virtual, Jumat (5/11/2020).

Baca juga: Pemerintah dan DPR Akan Menginventarisasi Kesalahan Dalam UU Cipta Kerja

"Polhukam mulai kemarin sudah membentuk semacam tim, kan banyak sekali yang datang ke Presiden dan Wapres (sampaikan) keluhan-keluhan, aspirasi. Misalnya ke Wapres dari PBNU ada sejumlah hal yang keberatan," lanjut dia.

Dari keberatan-keberatan yang disampaikan, kata Masduki, Wapres Ma'ruf Amin menjawab, apabila substansi yang disampaikan bisa dimasukkan ke dalam peraturan pelaksanaan, maka akan diakomodasi.

Namun apabila tidak bisa, kata dia, maka Wapres Ma'ruf pun menyarankan agar keberatan tersebut langsung diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, kata dia, sepanjang bisa dilakukan perbaikan secara substansial, maka pemerintah pun akan melakukannya.

Baca juga: Mahfud: UU Cipta Kerja Tujuannya Baik, Terbuka Kemungkinan Diperbaiki

"Di sini justru akomodasinya oleh Menko Polhukam. Koordinasi antara Presiden dan Wapres serta beberapa kementerian itu sekarang realisasinya. Menko Polhukam membentuk tim, para pakar, yang sifatnya indepeden dan itu tidak semata-mata kepentingan pemerintah," ucap dia.

Diketahui, meskipun draf UU Cipta Kerja telah ditandatangani Jokowi pada Senin (2/11/2020), namun UU tersebut masih menyisakan permasalahan.

Beleid yang tercatat sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersenut ditemukan kesalahan pengetikan di sejumlah pasal.

Kesalahan pengetikan itu bukan perkara satu atau dua huruf saja, tapi perihal pengaitan satu ketentuan dengan lainnya.

Baca juga: Bukan UU Cipta Kerja, Menurut PKS Perppu Justru Jadi Solusi Bangsa

Pemerintah pun mengakui adanya kesalahan tersebut.

Namun, hal itu diklaim sebagai kekeliruan teknis administratif saja, sehingga tak berpengaruh pada implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.

Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com