Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyaknya Aturan Turunan UU Cipta Kerja Dinilai Bertentangan dengan Tujuan Pemerintah

Kompas.com - 16/10/2020, 16:18 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) menemukan omnibus law UU Cipta Kerja melahirkan banyak rancangan aturan turunan untuk melaksanakan undang-undang itu sendiri.

Koordinator Bidang Konstitusi dan Ekonomi Kode Inisatif, Rahmah Mutiara mengatakan, hal ini bertentangan dengan tujuan pemerintah yang menyusun omnibus law demi menyederhanakan regulasi.

"Adanya omnibus law sendiri niatnya untuk menyinkronkan dan menderegulasi peraturan yang saling tumpang tindih, tapi maraknya pendelegasian aturan ini justru bertentangan dengan tujuan awal UU Cipta Kerja itu sendiri," kata Rahmah dalam diskusi daring, Jumat (16/10/2020).

Baca juga: Penggugat UU Cipta Kerja Bertambah, Kali Ini oleh Pelajar dan Mahasiswa

Dia mengatakan, Kode Inisiatif menemukan setidaknya ada 19 rancangan peraturan pemerintah (PP) yang harus disiapkan hanya untuk klaster ketenagakerjaan.

Sementara itu, Harian Kompas (9/10/2020) mencatat, ada 39 aturan turunan yang harus disiapkan pemerintah sebagai konsekuensi dari pengesahan UU Cipta Kerja.

Untuk klaster ketenagakerjaan, maksimal ada tiga hingga lima PP yang harus disiapkan.

"UU Cipta Kerja tidak memberikan aturan rigid, langsung mendelegasikan bahwa aturan akan diatur dalam PP," ujarnya.

Baca juga: Waspadai Pasal Selundupan, Fraksi PKS Akan Bandingkan Draf Final UU Cipta Kerja dengan Hasil Pleno Panja

Menurut Rahmah, pendelegasian melalui peraturan turunan ini menimbulkan ketidakpastian hukum.

Misalnya, ia menyebut soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang baru diatur dalam UU Cipta Kerja. JKP diberikan kepada pekerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

"JKP yang dijamin pemerintah ini sangat tidak jelas mekanisme pemberiannya. Secara mudah, pembentuk undang-undang (mengatakan) bahwa ini didelegasikan ke PP," tutur Rahmah.

"Pendelegasian aturan ini sama sekali tidak menimbulkan kepastian hukum," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com