Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Protokol Kesehatan Sulit Dipatuhi, Bijaknya Pilkada Ditunda

Kompas.com - 06/10/2020, 11:03 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan penundaan penyelenggaraan pilkada kembali muncul.

Kali ini, usulan tersebut disampaikan Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono.

Pandu mengatakan, risiko penularan virus yang tinggi ditambah sulitnya masyarakat mematuhi protokol kesehatan menjadi alasan utama Pilkada serentak 2020 perlu ditunda.

"Saya sebagai epidemiolog melihat risikonya begitu tinggi dan memperhatikan bahwa protokol-protokol kesehatan yang sudah dibuat susah payah itu sulit dipatuhi. Jadi mungkin dengan bijaksana itu perlu ditunda sambil kita berusaha keras," kata Pandu dalam sebuah diskusi daring, Senin (5/10/2020).

Baca juga: Kontroversi Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19

Selama pilkada ditunda, kata Pandu, pemerintah berupaya keras untuk mengendalikan penularan Covid-19. Mulai dari meningkatkan surveilans, testing, tracing hingga kampanye 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).

Pemerintah juga diminta menetapkan target yang jelas dalam pengendalian Covid-19, sebelum nantinya kembali menggelar pilkada.

"Bukan berarti menunggu loh ya. Kalau kita bilang ditunda tiga bulan mendatang tahun 2021 misalnya April, mulai sekarang kita berusaha keras," ujar Pandu.

Pandu mengetahui bahwa sejumlah negara juga menggelar pemilihan umum di masa pandemi. Tetapi, tingkat penularan Covid-19 di beberapa negara itu sudah terkendali saat pemilihan digelar.

Sementara, di Indonesia, kasus Covid-19 masih sangat tinggi dan belum bisa dikendalikan hingga saat ini.

Baca juga: Persentase Kematian Covid-19 di Sumsel Lampaui Nasional, IDI Minta Pilkada Ditunda

Kondisi demikian, kata Pandu, diprediksi masih akan terjadi hingga Desember mendatang, ketika pemungutan suara pilkada digelar.

"Dalam situasi seperti ini nanti di Desember itu eranya masih era belum terkendali, itu sudah bisa dipastikan. Risikonya di seluruh Indonesia sama saja, tidak ada itu zona hijau, bohong itu," ucap Pandu.

Pandu pun memahami bahwa pemerintah dan penyelenggara telah membuat regulasi terkait protokol kesehatan Pilkada. Tetapi, pada praktiknya, banyak ketentuan yang dilanggar.

Protokol kesehatan masih sulit diterapkan di pilkada dan kerumunan massa belum sepenuhnya bisa dihilangkan.

Baca juga: Dinilai Langgar Protokol Kesehatan, 48 Kegiatan Kampanye Pilkada Dibubarkan

Oleh karenanya, kata Pandu, melanjutkan tahapan pilkada di masa sekarang sangat berisiko terhadap penularan virus corona.

"Dengan demikian kita menyelenggarakan suatu kegiatan yang sangat berisiko untuk meningkatkan penularan," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com