Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Beda Pengakuan Penyerang Novel dan Temuan TGPF, Hendardi: Itu Urusan Pengadilan

Kompas.com - 12/06/2020, 16:18 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Hendardi berharap, pengadilan dapat mengungkap fakta sebenarnya di balik kasus penyiraman Novel.

"Harapan saya pengadilan bisa menggali dan membuka kasus ini seluas-luasnya dan terbuka sehingga masyarakat juga bisa melihat jelas dengan terang," kata Hendardi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Hal tersebut disampaikan Hendardi saat ditanya soal pernyataan kedua terdakwa yang mengaku menyerang Novel dengan alasan balas dendam.

Baca juga: Perjalanan Kasus Novel Baswedan yang Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa (Bagian 1)

Hendardi enggan berpolemik mengenai perbedaan pengakuan tersebut dengan salah satu rekomendasi TGPF yaitu kasus penyiraman Novel berkaitan dengan kasus korupsi yang ditangani Novel.

Menurut Hendardi, tim teknis bentukan Polri telah menindaklanjuti temuan TGPF tetapi di tengah jalan muncul pengakuan dari dua orang yang mengaku telah menyerang Novel.

"Kemudian di tengah-tengah ada pengakuan dari Brimob itu, nah itu soal lain lagi, kita enggak bisa bilang apakah itu bertentangan dengan ini (temuan) kami, orang itu pengakuan kok," ujar Hendardi.

Oleh sebab itu, menurut Hendardi, salah satu tugas pengadilan dalam kasus ini adalah membuktikan kebenaran pengakuan dua terdakwa tersebut.

"Itu sudah bukan urusan kami, itu urusan pengadilan untuk membuktikan apakah pengakuan orang itu benar atau tidak karena kami kan sudah berhenti jadi tim pencari fakta," ujar Hendardi.

Baca juga: Komisi III Akan Minta Penjelasan Jaksa Agung soal Tuntutan Hukuman Penyerang Novel

Kendati demikian, Hendardi menyebut bahwa bila terdapat bukti-bukti baru terkait kasus penyerangan Novel, ini harus diajukan ke pihak berwenang untuk ditindaklanjuti.

"Tapi, kalau tidak, ya sementara panggung ini lah yang kita tonton dan kita berharap pengadilan bisa memutuskan dan menghukum pelakunya seadil-adilnya," kata Hendardi.

Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.

Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.

Sementara itu, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.

Keduanya dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com