JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) meminta pemerintah memangkas birokrasi penyaluran bantuan penanganan Covid-19 ke masyarakat.
Pemerintah diminta memastikan bahwa masyarakat yang terdampak wabah tetap mendapat penghidupan yang layak.
Jangan sampai, peristiwa kelaparan yang dialami seorang warga Kota Serang, Banten, bernama Yuli, terulang lagi.
"Dengan pertimbangan bahwa kisah Ibu Yuli merupakan puncak gunung es karena banyak kasus serupa yang tak muncul dalam berita, maka percepatan penyaluran bantuan perlu dilakukan dengan segera dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," kata Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto, dalam sebuah diskusi yang digelar Kamis (30/4/2020).
Baca juga: Curhat Berlinang Air Mata Sebelum Meninggal, Yuli: Enggak Makan Dua Hari, Anak Sempat Sakit
Seperti diketahui, Yuli dinyatakan meninggal dunia pada 20 April kemarin setelah sebelumnya mengaku kelaparan akibat tak punya penghasilan sejak corona mewabah.
Peristiwa ini dinilai menjadi sebuah ironi, lantaran di saat yang bersamaan pemerintah mengucurkan dana hingga Rp 405 triliun untuk penanganan wabah Covid-19.
Menurut Wijayanto, peristiwa kelaparan ini tidak akan terjadi seandainya bantuan dari pemerintah tepat sasaran dan tepat waktu.
Kelaparan yang dialami Yuli, kata Wijayanto, merupakan bukti panjangnya alur birokrasi bantuan sampai ke tangan rakyat yang membutuhkan.
"Ia (Yuli) adalah refleksi bahwa pemerintah masih berkerja sebagai business as usual dengan rantai birokrasi yang panjang, yang rawan dengan adanya penumpang gelap yang siap menyalip di tikungan," ujar Wijayanto.
Selain pemangkasan birokrasi, Wijayanto menyebut, DPR juga harus lebih berpartisipasi dalam hal ini.
Sebagai wakil rakyat, DPR diminta fokus dalam penanggulangan bencana. Sehingga, segala hal yang tidak berkaitan dengan penanganan Covid-19, seharusnya dapat ditunda sementara waktu.
"Kegiatan lain seperti pembahasan RUU Omnibus Law yang penuh dengan kontroversi harus ditunda karena situasi negara yang sedang genting," ujarnya.
Jika pembenahan tak dilakukan, lanjut Wijayanto, bukan tidak mungkin peristiwa kelaparan serupa akan terulang kembali, mengingat Covid-19 masih menjadi pandemi.
"Jangan sampai ada korban lain yang jatuh," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Yuli meninggal dunia, Senin (20/4/2020) usai dikabarkan kelaparan dan tak makan selama dua hari.